Pada 221 Sebelum Masehi, ia menaklukkan beberapa provinsi lain dan memproklamasikan dirinya sebagai Qin Shi Huangdi (Kaisar Qin Pertama).
Pemerintahannya yang singkat ditandai dengan kemajuan besar dalam memusatkan kekuasaan serta tindakan tirani. Dia membakukan penulisan, bobot dan ukuran, serta sistem moneter dan hukum.
Selama masa pemerintahannya, pembangunan Tembok Besar yang tersohor dimulai. Kaisar pertama juga terkenal karena membakar buku dan menganiaya para intelektual.
Mausoleum besar untuk sang kaisar
Makam besar yang dibangun untuk dirinya sendiri di dekat Xi'an, Tiongkok. Sumber mengatakan Qin Shi Huang mempekerjakan ratusan ribu orang untuk membangun kompleks dan isinya. Sang kaisar juga mengubah lanskap untuk kompleks penguburannya, seperti jalur sungai yang diubah.
Produksi patung-patung terakota adalah bukti kehebatan logistik dan seni Tiongkok di masa itu. Prajurit berukuran tinggi 1,8 meter dan beratnya sekitar 200 kg. Keindahan prajurit terakota menjadi lebih mengesankan dari dekat. Amati dari dekat, Anda akan menemukan detail gaya rambut, fitur wajah, lipatan pakaian yang realistis, dan sisa-sisa pigmen yang pernah digunakan dalam pewarnaan.
Para sarjana telah lama memperdebatkan metode di balik penciptaan patung-patung itu. Bahkan, eksperimen langsung dilakukan untuk mencoba merekayasa balik proses tersebut.
Yang mengesankan, diperkirakan Qin Shi Huang telah memerintakan pembangunan mausoleum dan isinya sebelum ia mempersatukan Tiongkok dan menjadi kaisar. Semua pekerjaan itu diselesaikan dalam waktu beberapa tahun sebelum kematiannya yaitu pada 210 Sebelum Masehi.
Mencari keabadian
Kaisar pertama menganggap dirinya sebagai penguasa wilayah yang sangat luas dan seorang raja yang menyatukan dunia roh. Sumber tertulis menjelaskan bahwa Qin Shi Huang mencari ramuan untuk memperpanjang hidupnya. “Ia mengirim utusan untuk mencari ramuan tersebut,” Torres menambahkan.
Makam besarnya adalah bukti pencarian keabadian, di mana monumen besar ini akan mengingatkan generasi mendatang akan kebesarannya.
Source | : | National Geographic |
Penulis | : | Sysilia Tanhati |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR