Nationalgeographic.co.id - Di dunia hewan, tampaknya cukup logis bahwa cuaca buruk terkadang dapat menyebabkan burung menjadi bingung selama migrasi musim gugur tahunan mereka. Ini menyebabkan mereka berakhir di wilayah yang tidak biasa mereka kunjungi. Namun mengapa, meskipun cuaca bukan merupakan faktor utama, burung melakukan perjalanan jauh dari rute biasanya?
Sebuah makalah baru oleh ahli ekologi UCLA mengeksplorasi satu alasan, yaitu gangguan pada medan magnet Bumi dapat menyesatkan burung. Sebuah fenomena yang oleh para ilmuwan disebut sebagai "gelandangan". Bahkan dalam cuaca yang sempurna sekalipun, dan terutama selama migrasi musim gugur.
Hasil penelitian ini telah dipublikasikan di jurnal Scientific Reports pada 9 Januari 2023 dengan tajuk “Geomagnetic disturbance associated with increased vagrancy in migratory landbirds.”
Dengan populasi burung Amerika Utara yang terus menurun, menilai penyebab ‘gelandangan’ dapat membantu para ilmuwan lebih memahami ancaman yang dihadapi burung dan cara mereka beradaptasi dengan ancaman tersebut. Misalnya, burung yang terbang di wilayah asing kemungkinan akan menghadapi tantangan dalam menemukan makanan dan habitat yang cocok untuk mereka, dan akibatnya bisa mati. Akan tetapi itu juga bisa bermanfaat bagi burung yang rumah tradisionalnya menjadi tidak dapat dihuni karena perubahan iklim, dengan "secara tidak sengaja" memasukkan hewan ke wilayah geografis yang sekarang lebih cocok untuk mereka.
Medan magnet bumi, yang membentang antara Kutub Utara dan Selatan, dihasilkan oleh beberapa faktor, baik di atas maupun di bawah permukaan planet. Penelitian laboratorium selama beberapa dekade menunjukkan bahwa burung dapat merasakan medan magnet menggunakan magnetoreseptor di mata mereka. Studi UCLA yang baru mendukung temuan tersebut dari perspektif ekologis.
"Ada semakin banyak bukti bahwa burung benar-benar dapat melihat medan geomagnetik," kata Morgan Tingley, penulis korespondensi makalah juga profesor ekologi dan biologi evolusi UCLA. "Di daerah yang sudah dikenal, burung dapat bernavigasi berdasarkan geografi, tetapi dalam beberapa situasi lebih mudah menggunakan geomagnetisme."
Namun kemampuan burung untuk bernavigasi menggunakan medan geomagnetik dapat terganggu saat medan magnet tersebut juga terganggu. Gangguan tersebut dapat berasal dari medan magnet matahari, misalnya, terutama selama periode aktivitas matahari yang tinggi, seperti bintik matahari dan jilatan api matahari. Namun sumber lain juga bisa saja menjadi faktornya.
"Jika medan geomagnetik mengalami gangguan, itu seperti menggunakan peta yang terdistorsi yang membuat burung keluar jalur," tutur Tingley.
Peneliti utama Benjamin Tonelli, seorang mahasiswa doktoral UCLA, bekerja dengan Tingley dan peneliti pascadoktoral Casey Youngflesh untuk membandingkan data dari 2,2 juta burung, yang mewakili 152 spesies, yang telah ditangkap dan dilepaskan antara tahun 1960 dan 2019. Pekerjaan ini merupakan bagian dari program pelacakan Survei Geologi Amerika Serikat. Mereka membandingkannya dengan catatan sejarah gangguan geomagnetik dan aktivitas matahari.
Baca Juga: Dunia Hewan: Burung Paling Langka dengan Risiko Kepunahan Lebih Tinggi
Baca Juga: Dunia Hewan: Penemuan Spesies Baru Burung di Pulau Terisolasi
Baca Juga: Pemakaman Langit: Jenazah Diumpankan ke Burung agar Ramah Lingkungan
“Kami pikir kombinasi aktivitas matahari yang tinggi dan gangguan geomagnetik mengarah pada jeda migrasi atau peralihan ke isyarat lain selama migrasi musim gugur,” kata Tonelli. "Menariknya, burung yang bermigrasi pada siang hari umumnya merupakan perkecualian dari aturan ini--mereka lebih terpengaruh oleh aktivitas matahari."
Sementara faktor lain seperti cuaca kemungkinan memainkan peran lebih besar dalam menyebabkan burung menjadi gelandangan. Para peneliti menemukan korelasi kuat antara burung yang ditangkap jauh di luar jangkauan yang diharapkan dan gangguan geomagnetik yang terjadi selama migrasi musim gugur dan musim semi. Akan tetapi hubungan itu sangat menonjol selama migrasi musim gugur, catat para penulis.
Gangguan geomagnetik memengaruhi navigasi burung muda dan tua, ini menunjukkan bahwa burung juga mengandalkan geomagnetisme terlepas dari tingkat pengalaman migrasi mereka.
Meskipun para peneliti hanya mempelajari burung, metode dan temuan mereka dapat membantu para ilmuwan memahami mengapa spesies migrasi lainnya, termasuk paus, menjadi bingung atau terdampar jauh dari wilayah biasanya.
"Penelitian ini sebenarnya terinspirasi oleh terdamparnya paus, dan kami berharap pekerjaan kami akan membantu ilmuwan lain yang mempelajari navigasi hewan," ujar Tingley.
Source | : | Eurasiareview.com |
Penulis | : | Wawan Setiawan |
Editor | : | Warsono |
KOMENTAR