Nationalgeographic.co.id—Lima spesimen fosil bulu burung telah diperiksa ahli paleontologi yang terawetkan dengan baik dari spesies burung purba Sapeornis chaoyangensis. Burung tersebut hidup pada zaman Kapur Awal, sekitar 125-120 juta tahun lalu, dan merupakan bagian dari Biota Jehol yang terkenal.
Makalah tentang temuan tersebut muncul baru-baru ini di jurnal Frontiers in Earth Science dengan judul "Taphonomic analysis of the exceptional preservation of early bird feathers during the early Cretaceous period in Northeast China."
Biota Jehol adalah ekosistem terestrial dan air tawar Kapur Awal yang dilestarikan dalam formasi batuan berlapis-lapis di Tiongkok timur laut.
Ini terkenal dengan fosil menakjubkan yang mengawetkan jaringan lunak seperti kulit, organ, bulu, dan bulu.
Menurut peneliti, fosil Jaringan lunak mengandung informasi penting dan tak tergantikan tentang evolusi kehidupan, dan pemahaman komprehensif ekosistem Mesozoikum.
“Biota Jehol menyediakan sumber paling informatif untuk memahami ekologi Mesozoikum,” kata Yan Zhao, seorang peneliti di Institut Geologi dan Paleontologi di Linyi University.
“Pemahaman yang lebih baik tentang beragam taponomi vertebrata terestrial Jehol dapat membantu kita akhirnya memahami lebih banyak tentang masa lalu dan masa depan evolusi biologis.”
“Satu set jaringan lunak yang terpelihara dengan sangat baik dilaporkan untuk banyak taksa dari Biota Jehol, yang berisi informasi yang tak tergantikan untuk memahami evolusi awal karakteristik biologis dan ekologis. Kami ingin menyelidiki faktor-faktor yang mempengaruhi pelestariannya.”
Dalam penelitian baru, Zhao dan rekannya menganalisis lima fosil Sapeornis chaoyangensis dari Shandong Tianyu Museum of Natural History (STM).
Semua spesimen ini melestarikan kerangka yang lengkap dan terartikulasi (memfosil dengan semua sambungan yang masih terhubung).
Salah satu spesimen, berlabel STM 15-36, mempertahankan lapisan bulu lengkap dengan detail yang mencengangkan.
Source | : | Sci News,Frontiers in Earth Science |
Penulis | : | Ricky Jenihansen |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR