Romawi memenangkan perang dengan Parthia. Sebagai pemenang, pasukan membawa sejumlah besar harta jarahan perang. Namun, tanpa sepengetahuan kaisar dan rakyatnya, para legiuner yang bergembira juga membawa musuh yang tak terlihat dan mematikan.
Suatu saat di akhir tahun 160-an, pandemi mematikan — yang dikenal sebagai wabah Antoninus — melanda Romawi. Wabah dengan cepat menyebar ke seluruh pelosok Romawi yang luas.
Kemudian, pada tahun 169, Lucius Verus jatuh sakit dan meninggal. Penyebabnya mungkin wabah itu sendiri. Sepeninggal saudara angkatnya, Marcus Aurelius menjadi satu-satunya kaisar Kekaisaran Romawi. Sayangnya, ia harus menghadapi kekacauan di Romawi seorang diri.
Wabah Antoninus menghancurkan Kekaisaran. Menurut Cassius Dio, seorang saksi mata kontemporer, ada hingga 2.000 kematian setiap hari di Roma. Sejarawan modern percaya bahwa 5 juta orang meninggal karena penyakit ini, meskipun jumlahnya bisa mencapai 7-10 juta.
Kerugian besar melemahkan Kekaisaran Romawi, memukul keras perekonomian dan menghancurkan pasukannya. Bahkan kaisar Marcus Aurelius jatuh sakit. Ini tentu saja memprovokasi krisis politik, dan membawa kekaisaran ke jurang perang saudara.
Marcus Aurelius harus menghadapi pemberontakan berbahaya
Di saat wabah melanda kekaisaran, desas-desus menyebar bahwa kaisar Marcus Aurelius telah meninggal. Diduga mengkhawatirkan keamanan kekaisaran, pada tahun 175, gubernur Romawi Mesir - Avidius Cassius - menyatakan dirinya sebagai kaisar.
Meskipun Cassius segera mengetahui bahwa kematian kaisar hanyalah rumor, dia tetap berkomitmen pada perjuangannya.
Marcus Aurelius sangat terpukul oleh berita pengkhianatan Cassius dan memohon temannya untuk memikirkan kembali tindakannya. Dia bahkan memerintahkan pasukannya untuk menangkap Cassius dan tidak menyakitinya.
Tetapi Marcus tidak diberi kesempatan ini untuk menunjukkan belas kasihan. Saat pasukannya hendak berangkat ke Aleksandria, tersiar kabar soal kematian Cassius. Seorang perwira bernama Antonius menikam leher Cassius. Ia memenggal kepalanya untuk dipersembahkan kepada kaisar.
Alih-alih melihat kepala temannya, Aurelius langsung menguburkannya. Dia juga memerintahkan agar semua korespondensi Cassius dibakar. Setiap orang yang mendukung "pengkhianat" itu diampuni.
Banyak yang menganggap Aurelius bermurah hati pada pengkhianat. Namun sebenarnya, kaisar memiliki masalah yang lebih mendesak untuk dipecahkan. Pemberontakan Cassius mengalihkan perhatiannya dari ancaman nyata — invasi barbar ke utara.
Source | : | The Collector |
Penulis | : | Sysilia Tanhati |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR