Behr menggambarkan Puyi sebagai “pembohong yang konsisten, percaya diri, dan siap melakukan apa saja untuk menyelamatkan diri.”
Karena tidak cukup bukti untuk menghukum Puyi, Hakim Sir William Webb memerintahkan Puyi keluar dari ruangan. Frustasi akan kesaksian mantan kaisar itu, hakim menyatakan pemeriksaan silang lebih lanjut sama sekali tidak berguna.
Lagi-lagi Puyi dimanfaatkan oleh pemimpin yang berkuasa
Pada tanggal 7 Desember 1949, Militer Komunis Mao Zedong mengalahkan Tentara Kuomintang pimpinan Chiang Kai-shek. Mao mendirikan Republik Rakyat Tiongkok dan melihat peluang menggunakan bangsawan seperti Puyi untuk propaganda.
Puyi dikirim ke Penjara Penjahat Perang Fushun di Liaoning untuk hukuman 10 tahun. Puyi diperlakukan dengan baik dibandingkan dengan tahanan lain. Namun, dia menjadi sasaran empuk bagi narapidana lain, yang kebanyakan adalah mantan perwira Jepang, Manchukuo, dan Kuomintang.
Untuk pertama kali dalam hidupnya, Puyi harus hidup tanpa pembantu dan berjuang untuk menyelesaikan tugas-tugas dasar seperti mengikat sepatunya dan menyikat giginya.
Sebagai seorang tahanan, Puyi menghadiri kelompok diskusi komunis, ceramah, dan tur tentang kekejaman yang dilakukan di Manchuria. Puyi dibebaskan dari penjara satu tahun lebih awal karena perilakunya yang baik.
Dari kaisar menjadi rakyat biasa
Kata Behn, “Dia kembali ke Beijing pada 1959 dan mendapatkan pekerjaan sebagai asisten di Kebun Raya Beijing.” Sang mantan kaisar juga sering mengunjungi Kota Terlarang yang telah menjadi museum dan memandu turis berkeliling istana. Untuk mengunjungi bekas istananya, ia pun harus merogoh koceknya, ironis memang.
Pada tahun 1962, Puyi menikah dengan Li Shuxian, seorang perawat rumah sakit Tiongkok. Tidak seperti istri-istrinya yang lain, Puyi dan Li Shuxian tampaknya memiliki hubungan cinta sampai kematiannya.
Baca Juga: Lika-liku Kehidupan Aisin-Gioro Puyi, Kaisar Terakhir Tiongkok
Baca Juga: Sun Yaoting, Kasim Terakhir Kekaisaran Tiongkok di Kota Terlarang
Baca Juga: Asal-usul Anjing Peking, Anjing Aristrokat Kesayangan Kaisar Tiongkok
Baca Juga: Harem Kota Terlarang: Kehidupan Selir dan Kasim Kaisar Tiongkok
Dua tahun kemudian, Puyi mulai bekerja sebagai editor di departemen sastra Konferensi Konsultatif Politik Rakyat Tiongkok. Puyi terus membuktikan kesetiaannya kepada Partai Komunis dengan selalu memuji pemerintahan Mao dalam wawancara, artikel, dan otobiografinya. Pada 17 Oktober 1967, pada usia 61 tahun, Puyi meninggal di Rumah Sakit Anti-Imperialis Beijing karena kanker ginjal dan penyakit jantung.
Kombinasi kecaman dan rasa kasihan muncul ketika membaca kisah hidup kaisar Tiongkok yang terakhir ini. Puyi adalah kaisar termuda Tiongkok pada usia dua tahun, menjabat sebagai kaisar Dinasti Qing selama empat tahun, dan menjadi pemimpin Manchukuo selama 13 tahun.
Sebagai pemimpin, Puyi tidak pernah memiliki otoritas yang sah. Sejak usia muda, dia dipersiapkan untuk menjadi penguasa boneka dan terus dimanipulasi oleh berbagai rezim demi keuntungan mereka.
Penulis | : | Sysilia Tanhati |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR