Sampai saat ini proses kepindahan masih berlangsung, biasanya yang pindah dahulu adalah para pemangku adat atau Aki yang menyertai Abah Ugi. Lalu warga lainnya menyusul satu persatu.
Tidak ada periode waktu yang pasti setiap pemindahan kasepuhan dari satu lokasi ke lokasi yang lainnya. Sejarah mencatat pernah Ngalalakon dilakukan setelah 300 tahun dan ada yang hanya tiga tahun. Dari semua kasepuhan yang ada di Kesatuan Adat Banten Kidul, hanya Kasepuhan Ciptagelar yang terus melaksanakan tradisi Ngalalakon. Tradisi ini yang menjadi ciri yang kuat dari kasepuhan ini.
Pemindahannya sendiri berproses. Semua berdasarkan petunjuk, bisa langsung mendapat wangsit atau mimpi dan pertanda lainnya. Setelah mendapat petunjuk secara spiritual untuk pindah ke Gelar Alam, dimulailah proses pembuatan Imah Gede Kasepuhan atau rumah induk tempat Abah Ugi tinggal.
Selepas upacara adat Seren Taon di bulan September 2021, pemindahan kasepuhan dimulai. Imah Gede Kasepuhan dibangun di akhir bulan Desember 2021 dan selesai Februari 2022. Untuk pindah ke Imah Geda yang sudah dibangun tidak sembarangan waktu. Semua menunggu petunjuk spiritual.
Saat waktunya tiba semua bergerak serentak ribuan warga tanpa ditunda-tunda, seperti telah disebutkan di awal tulisan ini.
“Jadi mau kondisi apapun kami tetap harus bergerak,” jelas Kang Yoyo.
Tercatat Kasepuhan Ciptagelar setelah 20 kali melakukan pemindahan pusat pemerintahan. diantaranya dari Cipatat Urug (1368-1556), Pasir Gombong (1556-1729), Ciear, Cimanaul, Bongkok, Cibeber, Pasir Talaga, Lebak Larang, Lebak Binong (1729-1797), Pasir Talaga (1797-1832), Tegal Lumbu (1832-1895), Cicadas, Bojongcisono (1895-1937), Cicemet, Sirnaresmi (1937-1972), Sirnarasa (1972-1980), Linggarjati (1980-1984), Ciptarasa (1984-2000), lalu Ciptagelar mulai tahun 2000 sampai belum diketahui kapan akan berpindah.
Desa Berdaulat Pangan
Sistem dan tata kelola pertanian di Kasepuhan Ciptagelar sangat unik. Semua berdasarkan kepercayaan mereka. Semua itu mengantar kasepuhan ini berdaulat pangan. Tidak pernah terdengar bencana kelaparan atau kekurangan pangan, yang ada malah berlebihan.
Setiap keluarga memiliki beberapa buah leuit atau lumbung padi bahkan ada yang puluhan! Sekali panen, padi bisa dikonsumsi untuk dua sampai tiga tahun. Maka setiap panen menumpuklah terus persediaan padi mereka di lumbung-lumbung. Kasepuhan ini selalu surplus padi!
Penulis | : | National Geographic Indonesia |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR