Namun, gempa susulan yang berlanjut selama dua setengah tahun berdampak besar pada moral masyarakat. Episentrum gempa ini diperkirakan ada di Teluk İzmit.
Sketsa yang digambar pada masa itu menunjukkan bahwa banyak bangunan yang rata dan wilayah pesisir provinsi tersebut banjir oleh air laut. Masjid Fatih dan Eyüp hancur, dan Sultan Ottoman Mustafa III menghabiskan banyak uang untuk membangun kembali kota meskipun perang Rusia sedang berlangsung.
Diikuti oleh Tsunami
Gempa bumi terbesar ketiga yang melanda Istanbul terjadi pada 10 Juli 1894. Gempa dimulai pada sore hari di musim panas dan ditentukan serta dilaporkan berdasarkan metode ilmiah.
Pusat gempa berada di lepas pantai San Stefano dan terdiri atas beberapa gempa, masing-masing berlangsung beberapa detik sebelum tsunami terjadi di Laut Marmara. Gempa juga dirasakan di Kreta, Bucharest, Ioannina dan bahkan di belakang Anatolia.
Sultan Ottoman Abdülhamid II saat itu menyensor surat kabar, karena khawatir dengan moral masyarakat. Namun, terlepas dari usahanya, terungkap bahwa gempa tersebut menyebabkan kematian 500 orang.
Pascagempa, sultan memulai kampanye dengan menyumbangkan 1.500 lira emas. Dalam beberapa bulan, kampanye tersebut mengumpulkan 100.000 lira emas. Dari pendapatan tersebut, keluarga korban gempa diberikan masing-masing 10 lira emas dan para janda serta yatim piatu masing-masing menerima 5 lira emas.
Sultan juga memesan dua seismograf dari Italia yang masing-masing berharga 3.200 franc. Salah satu seismograf ini ditempatkan di Observatorium Kandilli dan yang lainnya di Istana Yıldız.
Gempa Bumi Modern
Banyak gempa bumi melanda Turki, khususnya Anatolia, selama era Republik. Salah satu yang terbesar adalah Gempa Erzincan yang terjadi pada malam tanggal 27 Desember 1939. Gempa tersebut berlangsung selama beberapa menit dan gempa susulan berlanjut selama berbulan-bulan.
Seluruh kota diratakan dengan tanah kecuali stasiun kereta yang dibangun oleh Jerman pada tahun 1930 dan pemandian umum yang dibangun oleh Seljuk pada abad ke-12. Selain kehancuran, hampir 40.000 orang kehilangan nyawa mereka. Namun, sebagian besar kematian terjadi karena cuaca dingin dan kelaparan.
Kota baru dibangun sangat dekat dengan kota lama yang hancur pada tahun 1939. Alhasil, dua gempa lainnya yang terjadi pada tahun 1984 dan 1992 mengakibatkan banyak korban jiwa.
Source | : | Daily Sabah |
Penulis | : | Utomo Priyambodo |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR