“Ternyata efeknya sangat besar,” kata Abhijit Banerjee, seorang ekonom MIT dan rekan penulis makalah lainnya.
“Ini adalah keuntungan melakukan uji coba terkontrol secara acak daripada duduk dan berspekulasi tentang kemungkinan hasil.”
Hasil studi tersebut telah diterbitkan di American Economic Review dengan judul “Electronic Food Vouchers: Evidence from an At-Scale Experiment in Indonesia."
Indonesia memulai program bantuan pangannya, yang disebut Rastra, sebelum perubahan terakhir, pada tahun 1998, menargetkan sekitar 15 juta rumah tangga.
Sebelum peralihan, rumah tangga tersebut seharusnya menerima satu karung beras 10 kg per bulan, sekitar 6,5 persen dari pendapatan yang dibutuhkan untuk naik di atas garis kemiskinan.
Namun, karena beras tampaknya cukup sering disalurkan ke rumah tangga yang relatif mampu, pada tahun 2017, pemerintah Indonesia memutuskan untuk mencoba sistem kartu.
Di toko-toko lingkungan, orang dapat menggunakan kartu mereka untuk membeli beras dan telur, dengan nilai yang setara dengan karung beras 10 kg.
Baca Juga: Melihat Kondisi Ekonomi Indonesia Saat Pandemi Lewat Ekspor Impornya
Baca Juga: Berkolaborasi untuk Ekonomi Indonesia Jadi Lebih Baik
Baca Juga: Hilangnya Mangrove Dalam 20 Tahun Terakhir Karena Faktor Sosio-Ekonomi
Baca Juga: Urgensi Penerapan Konsep Bisnis Berkelanjutan pada Perusahaan di Indonesia
Selama peluncuran program baru, pemerintah Indonesia secara acak memilih 42 dari 105 kabupaten daerah untuk menerima program tersebut pada tahun 2018, setahun sebelum kabupaten lain dikonversi.
Source | : | MIT News,American Economic Review |
Penulis | : | Ricky Jenihansen |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR