Pada titik ini, pasukan musuh mendekat, hanya berjarak sekitar satu hari perjalanan. Mereka telah mengirim pengintai mereka terlebih dahulu untuk memeriksa situasinya. Ketika menemukan Zhuge Liang, mereka pun melapor ke komandan untuk menyusun strategi.
Zhuge Liang bukanlah orang bodoh. "Dia telah mengeluarkan mata-matanya sendiri dan mereka telah mendeteksi pendekatan musuh," ujar Hammond. Penasihatnya datang dan berkata, "Kita harus keluar dari sini. Musuh ada di atas bukit dan mereka akan segera tiba. Kami hanya memiliki detasemen kecil."
Zhuge Liang membalasnya, "Saya benar-benar ingin bermain catur." Dia memanggil wakilnya dan dia berkata, "Ayo kita bermain catur."
Mereka naik ke tembok kota. Tepat di atas gerbang utama, ada teras kecil di sana di mana mereka menyiapkan meja, duduk di beberapa kursi. Keduanya pun mulai bermain catur. Komandan lainnya sangat kesal, mengkritiknya, "Apa yang kamu lakukan? Kita harus keluar dari sini. Musuh akan datang."
Zhuge Liang memberi tahu mereka, "Tidak, jangan khawatir tentang itu. Buka gerbang kota dan biarkan pasar berjalan seperti biasa. Suruh satu regu tentara keluar dan berbaris mondar-mandir di luar. Itu sudah cukup."
Para komandan terkejut, tetapi mereka mengikuti perintah Zhuge Liang dan membuka gerbang kota. Lalu lintas masuk dan keluar, bisnis pun berjalan seperti biasa.
Komandan musuh tiba di barisan depan dengan pasukannya. Mereka naik ke bukit dekat kota. Saat melihat ke bawah, pengintainya berkata, "Lihat? Kami memberitahumu. Ini Zhuge Liang. Kami memiliki kesempatan. Dia tidak tahu kita ada di sini. Kami memiliki kesempatan untuk mengalahkannya dan menangkapnya."
Komandan mengamati dengan sangat hati-hati dan melihat Zhuge Liang bermain catur sementara sekelompok tentara berbaris dan gerbangnya terbuka. Jelas bahwa dia sama sekali tidak berdaya.
Komandan berpikir sejenak dan dia memerintahkan tentara untuk mundur. Bawahannya bertanya, "Apa yang kamu lakukan?"
Dia menjawab, "Zhuge Liang tidak akan pernah membiarkan dirinya berada dalam situasi seperti ini. Ini jelas jebakan. Kita tahu betapa pintarnya dia. Dia pasti menyembunyikan pasukannya di dekat sini. Segera setelah kita menyerang, kita pasti akan dihancurkan. Satu-satunya harapan adalah melarikan diri."
Baca Juga: Wan Zhener, Harem Paling Berkuasa di Dinasti Ming Kekaisaran Tiongkok
Baca Juga: Bebek Peking, Sajian Favorit Kaisar Tiongkok yang Jadi Simbol Nasional
Source | : | Britannica,Wondrium Daily |
Penulis | : | Sysilia Tanhati |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR