Nationalgeographic.co.id—Jatuhnya Konstantinopel menandai akhir kerajaan Bizantium, dan secara efektif berakhir dari Kekaisaran Roma, ketika kota ditaklukkan oleh Kekaisaran Ottoman pada tanggal 29 Mei 1453 setelah 53 hari pengepungan.
Penaklukkan Konstantinopel adalah peristiwa yang sangat bersejarah. Tidak hanya penting sebagai penanda berakhirnya Abad Pertengahan, tetapi juga membuktikan nubuat dalam Islam, lebih dari 800 tahun sebelumnya yang disampaikan langsung oleh Nabi Muhammad.
Konstantinopel adalah ibu kota Kekaisaran Romawi Timur yang kemudian bertahan sebagai Bizantium. Selama berabad-abad setelahnya, Konstantinopel adalah pusat dunia Barat sekaligus pertahanan Kristen terhadap Islam.
Melansir Heritage Daily, Konstantinopel didirikan pada tahun 330 M oleh Kaisar Konstantinus Agung di kota Byzantion, Yunani (Bizantium dalam bahasa latin) antara Golden Horn dan Laut Marmara di selat Bosporus.
Constantine menamainya kota Nova Roma, yang berarti 'Roma Baru', muncul sebagai satu-satunya ibu kota Kekaisaran Romawi setelah jatuhnya Kekaisaran Romawi Barat.
Kota ini terkenal dengan mahakarya arsitekturnya, seperti Hagia Sophia, katedral Gereja Ortodoks Timur, Istana Kekaisaran, Hippodrome, dan istana aristokratnya yang mewah.
Konstantinopel dilindungi oleh sistem tembok pertahanan tanah yang luas, terutama garis ganda Tembok Theodosian yang terkenal dari abad ke-5 M, yang mempertahankan kota dari pengepungan oleh koalisi Avar-Sassania, antara lain Arab, Rus, dan Bulgaria.
Dengan munculnya Kekaisaran Ottoman atau Kesultanan Utsmaniyah pada tahun 1299 M, Kekaisaran Bizantium mulai kehilangan wilayah di Turki, penaklukan Konstantinopel menjadi tujuan penting.
Kota itu sudah mengalami kemunduran setelah merosotnya Tentara Salib selama Perang Salib Keempat dan kehancuran oleh Kematian Hitam (Black Death) yang menewaskan hampir separuh populasi.
Pada tahun 1450 M, wilayah Bizantium telah menyusut menjadi hanya beberapa mil di luar gerbang kota, meninggalkan Kekaisaran yang dulu kuat yang mendominasi Mediterania menjadi sekedar negara kota.
Ketika Sultan Mehmed II yang dikenal dengan Muhammad al Fatih menggantikan Sultan Murad II pada tahun 1451 M, dia mengabdikan dirinya untuk memperkuat pasukan Ottoman sebagai persiapan untuk menyerang Konstantinopel.
Di tepi Bosphorus Eropa ia membangun benteng Rumelihisarı, yang dipasangkan dengan benteng Anadolu Hisarı di sisi seberang selat yang memberi Ottoman kendali penuh atas lalu lintas laut yang mencekik kota.
Menyadari niat Muhammad al Fatih, Kaisar Bizantium Constantine XI mencari dukungan dari barat dengan mengusulkan penyatuan antara gereja timur dan barat.
Meskipun kesepakatan disahkan oleh istana kekaisaran Bizantium, pengaruh Paus Nicholas V tidak mampu memengaruhi raja dan pangeran Barat untuk mengirim pasukan mereka.
Pengepungan Konstantinopel dimulai pada 6 April 1453 M. Pasukan Bizantium yang mempertahankan kota berjumlah sekitar 7.000 orang (dengan sekitar 50.000 warga sipil dan pengungsi mencari perlindungan di balik tembok kota), yang berdiri melawan kekuatan antara 50.000–80.000 tentara Ottoman.
Upaya untuk menyerang kota dari laut digagalkan oleh rantai raksasa yang memblokir pintu masuk ke Golden Horn.
Muhammad al Fatih memerintahkan pembangunan jalan dari kayu gelondongan yang diminyaki dan menghindari rantai dengan menyeret kapalnya ke darat, memaksa Bizantium untuk mengurangi garnisun mereka di tembok darat untuk melindungi tembok laut kota.
Berbagai serangan darat terhadap Tembok Theodosian berhasil dipukul mundur dengan kerugian besar Ottoman, mengakibatkan al Fatih menawarkan pencabutan pengepungan jika Bizantium menyerahkan kota.
Muhammad al Fatih berjanji dia akan mengizinkan kaisar dan penduduk kota pergi dengan harta benda mereka, terlebih lagi, dia akan mengakui kaisar sebagai gubernur Peloponnese.
Constantine menjawab dengan mengatakan, bahwa mengenai penyerahan kota, bukan dirinya yang dapat memutuskan atau orang lain dari warganya.
"Karena kita semua telah mencapai keputusan bersama untuk mati atas kehendak bebas kita sendiri, tanpa mempedulikan nyawa kita," katanya.
Baca Juga: Silsilah Keluarga dan Sejarah Para Sultan Kekaisaran Ottoman
Baca Juga: Simpan Banyak Misteri, Kuburan Ottoman Tetap Bertahan Ditempa Waktu
aca Juga: Benarkah Lupa Mengunci Gerbang Jadi Penyebab Kejatuhan Konstantinopel?
Serangan terakhir dimulai pada tanggal 26 Mei di tahun yang sama dengan gelombang tentara berturut-turut yang membuat pasukan bertahan kewalahan di beberapa titik di sepanjang tembok kota.
Sumber sejarah menunjukkan, saat penaklukan, alih-alih melakukan eksekusi terutama mereka yang menolak untuk menyerah, Muhammad al Fatih dan pasukannya memasuki kota dengan sangat terkendali.
Muhammad al Fatih justru mendapatkan simpati dari masyarakat dan pendeta yang bersembunyi di Hagia Sophia. Mereka pun menyatakan diri masuk Islam, sehingga membuat al Fatih memerintahkan mengubah Hagia Sophia menjadi masjid.
Muhammad al Fatih selanjutnya menyatakan dirinya Kayser-i Rum, secara harfiah "Kaisar Roma", yaitu Kekaisaran Romawi, meskipun ia dikenang sebagai "Sang Penakluk". Ia mendirikan sistem politik yang bertahan hingga tahun 1922 dengan berdirinya Republik Turki.
Bukan Perubahan Iklim yang Pengaruhi Gunung Es Terbesar di Antartika, Lalu Apa?
Penulis | : | Ricky Jenihansen |
Editor | : | Warsono |
KOMENTAR