Ketika pasukan Song dan Jurchen bertempur, seorang prajurit Song bernama Guo Jing muncul. Dia mengaku memiliki kekuatan magis yang bisa membaca mantra dan membuat prajurit tidak bisa dihancurkan.
Banyak pejabat cukup curiga dan sangat tidak setuju. Tetap saja, mantan kaisar Zhao Ji, mempercayai penyihir ini. Ia pun untuk membujuk Kaisar Qinzong dan yang lainnya untuk percaya.
Pada akhirnya, Guo Jing, yang disebut penyihir magis, dicalonkan sebagai jenderal. Dia memberikan beberapa mantra pada sekitar 7.000 tentara Song dan meminta prajurit Song lainnya untuk mundur. Kemudian, Guo memimpin prajurit yang dilengkapi mantra untuk menyerang Jin. Tidak diragukan lagi, para prajurit tak bersenjata ini dibantai dengan kejam oleh pasukan kavaleri Jin yang terlatih.
Guo melarikan diri dan terbunuh di kota lain. Tapi pertempuran bodoh ini menyebabkan Dinasti Song kehilangan banyak tentara yang baik.
Ibu kota yang sejahtera berubah menjadi neraka
Ketika Li Gang, banyak jenderal yang setia, dan pasukan Song bergegas ke ibu kota, Jurchen Jin meminta Kaisar Zhao Huan untuk bernegosiasi. Mereka mengancam akan menyerbu ke kota dan merampok harta jika kaisar tidak datang.
Kemudian Kaisar Qinzong bernegosiasi untuk kedua kalinya. Namun rupanya Jin memanfaatkannya sebagai sandera untuk meminta lebih banyak upeti.
Warga sipil di ibu kota terpaksa menyumbang lagi. Ditambah cuaca dingin, kelaparan, dan wabah penyakit, sejumlah besar orang menderita dan kehilangan nyawa akibat kebodohan kaisar.
Setelah melihat Song tidak bisa memberi mereka lebih banyak upeti, pasukan Jin bergegas ke ibu kota. Mereka menangkap keluarga kerajaan dan pejabat, merampok dan menghancurkan harta yang tak terhitung jumlahnya.
Kemudian Jurchen Jin memperbudak lebih dari 100.000 orang terampil Song dan angkat kaki dari ibu kota. Ini dikenal sebagai Insiden Jingkang.
Penghinaan pada Dinasti Song
"Kaisar Qinzong, ayahnya, seluruh keluarga mereka, dan banyak orang Song dipermalukan. Mereka diseret ke utara menuju rezim Jurchen Jin," tambah Jain.
Source | : | Britannica |
Penulis | : | Sysilia Tanhati |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR