Nationalgeographic.co.id—Sejarah warna Mesir kuno mempunyai banyak arti. Bagi orang Mesir kuno, warna tidak hanya digunakan dalam representasi kehidupan sehari-hari. Namun, merupakan bagian dari arsitektur Mesir Kuno. Pada fasadnya, pigmen digunakan untuk menggambarkan dewa-dewa Mesir Kuno di jajarannya.
Egyptologist Margaret Bunson menggambarkan warna Mesir sebagai elemen integral dari semua representasi artistik, termasuk pemandangan dinding, patung, benda makam, dan perhiasan, dan kualitas magis dari warna tertentu diyakini menjadi bagian dari objek apa pun yang ditambahkan.
Bagaimana Mendapatkan Pigmen?
Dikutip Historical Eve, ada dua jenis warna yaitu organik dan sintetis. Pewarna organik telah digunakan sejak zaman Paleolitik karena diperoleh dari unsur alam. Warna pertama dibuat dari batuan lunak atau endapan alami, seperti tanah liat atau ilmenit.
Di sisi lain, warna sintetis adalah hasil campuran kompleks di mana logam memainkan peran penting dalam produksinya. Satu fakta menarik tentang warna Mesir adalah salah satunya, biru Mesir, merupakan pigmen sintetis pertama yang diketahui di dunia.
Untuk mendapatkan pigmen Mesir kuno, berbagai macam proses digunakan, yang dapat mencakup pembubaran, pengendapan, penyaringan, pencucian, kalsinasi, dan penggilingan bahan.
Warna Mesir Paling Banyak Digunakan
Warna memiliki makna simbolis yang signifikan bagi orang Mesir kuno, di luar fungsi dekoratifnya. Akibatnya, palet warna menjadi terbatas. Simak beberapa warna Mesir kuno yang paling umum digunakan.
Merah
Warna ini diasosiasikan dengan ketidaktertiban dan kekacauan, dan juga dikaitkan dengan padang pasir. Basisnya adalah besi dan diperoleh melalui oksidasi.
Merah adalah warna Seth, dewa kekacauan yang kemudian diasosiasikan dengan kematian. Selain itu, merah melambangkan api dan amarah yang merusak, digunakan untuk menyampaikan bahaya.
Selain itu, warna merah digunakan dalam jimat pelindung karena juga melambangkan darah dan dianggap sebagai simbol kehidupan dan perlindungan. Ini adalah salah satu dari sedikit warna Mesir kuno yang digunakan para juru tulis ketika membahas kejahatan atau pada hari-hari yang tidak menguntungkan dalam setahun.
Peneliti Ungkap Hubungan Tanaman dan Bahasa Abui yang Terancam Punah di Pulau Alor
Source | : | Historical Eve |
Penulis | : | Hanny Nur Fadhilah |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR