Kehidupan setelah kematian dalam ajaran Shinto
Tidak ada sumber tekstual Shinto kuno yang menjelaskan siapa sebenarnya yang pergi ke Yomi dan mengapa.
Beberapa sejarawan berpendapat bahwa konsep kehidupan setelah kematian tidak dikenal oleh orang Jepang kuno. Konsep itu baru terbentuk dengan masuknya agama Buddha dari Tiongkok pada abad ke-6 Masehi.
Yomi tentu memiliki tempat yang sangat terbatas dalam pemikiran Shinto di mana kehidupan setelah kematian hanya disinggung secara samar-samar. Bahkan tidak ada konsep umum tentang hukuman dan penghargaan bagi jiwa di kehidupan selanjutnya seperti yang ditemukan di banyak agama lain.
Satu-satunya penderitaan jiwa di Yomi, jika memang ada, adalah perpisahan mereka dari orang yang mereka cintai yang masih hidup. Cendekiawan dan teolog Shinto terkenal Hirata Atsutane (1776-1843 M) menjelaskan Yomi dan signifikansinya yang terbatas.
Legenda lama bahwa jiwa yang mati pergi ke Yomi tidak dapat dibuktikan. Lalu mungkin ada yang bertanya, ke mana perginya jiwa orang Jepang saat meninggal? Dapat dilihat dengan jelas dari maksud legenda kuno dan dari contoh modern bahwa mereka tetap selamanya di Jepang. Orang yang meninggal mengabdi di alam kematian yang diperintah oleh Okuninushi-no-kami.
Alam kematian ini tidak berada di satu tempat tertentu di dunia yang terlihat, tetapi menjadi alam kegelapan dan terpisah dari dunia saat ini, tidak dapat dilihat.
Itulah Yomi, dunia bawah tempat jiwa-jiwa orang mati berkumpul dalam mitologi Jepang.
Source | : | World History Encyclopedia |
Penulis | : | Sysilia Tanhati |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR