Nationalgeographic.co.id—Di zaman sekarang, kaisar Jepang memang berperan sebagai simbol negara, tapi sebelum menjadi monarki konstitusional, sebenarnya sistem pemerintahan Kekaisaran Jepang berpusat pada kekuasaan kaisar secara absolut.
Meski pada kenyataannya, dalam sejarah kekaisaran Jepang, kaisar Jepang juga seringkali ditempatkan seperti simbol negara. Kaisar Jepang telah berulang kali dimanipulasi oleh klan-klan yang berkuasa.
World History Encyclopedia mencatat, sejak abad ke-9 M, Kaisar Jepang dan permaisuri telah dimanipulasi oleh pejabat klan Fujiwara, dan pada abad ke-12 M, mereka seluruhnya digantikan oleh panglima perang dan shogun sebagai kepala pemerintahan de facto.
Meskipun kehilangan kekuasaan, institusi kaisar tetap menjadi perlengkapan permanen dalam politik Jepang, dan penguasa kekaisaran Jepang terus melakukan fungsi seremonial dan memberikan prestise dan legitimasi pada kaisar.
Seperti diketahui, sejak abad ke-7 M, para kaisar mulai dianggap sebagai keturunan kami atau roh Shinto dan begitu pula putra-putra surga, seperti dalam model kekaisaran Cina. Dan oleh karena itu, mereka memiliki peran ganda sebagai kepala politik dan agama negara.
Pemerintah Fujiwara dan Insei
Peran kaisar Jepang ditantang secara serius dan akhirnya dimanipulasi oleh klan Fujiwara yang berkuasa, yang sejak pertengahan abad ke-9 Masehi, mendominasi pemerintahan Jepang selama periode Heian.
Anggota Fujiwara bertindak sebagai wali (Sessho) bagi kaisar (terutama mereka yang naik takhta sebagai anak di bawah umur) dan memastikan putri mereka menikah dengan keluarga kekaisaran.
Bahkan ketika kaisar mencapai usia dewasa, dia masih dibimbing oleh posisi baru, Kampaku, yang memastikan Fujiwara mempertahankan pengaruhnya.
Untuk menjamin situasi ini terus berlanjut, kaisar baru dicalonkan bukan berdasarkan kelahiran tetapi oleh sponsor mereka.
Kemudian kaisar didorong atau dipaksa untuk turun tahta ketika berusia tiga puluhan demi penerus yang lebih muda dan lebih mudah dimanipulasi. Total akan ada 21 wali Fujiwara dari 804 M hingga 1238 M.
Source | : | World History Encyclopedia |
Penulis | : | Ricky Jenihansen |
Editor | : | Afkar Aristoteles Mukhaer |
KOMENTAR