Pada zaman Hindia Belanda sebagian wilayah mangrove di Nusantara pernah dijadikan area perhutanan perkayuan. Di era kemerderkaan Indonesia, sebagian area mangrove juga sempat dijadikan sasaran untuk pembukaan lahan. Mulai dari untuk permukiman, pertambangan, hingga perkebunan.
Saat ini di Indonesia, wilayah ekosistem mangrove juga banyak dijadikan sebagai tempat wisata. "Mangrove tourism sedang marak-maraknya," kata Yaya. Salah satu contoh pemanfaatan ekosistem mangrove untuk jadi tempat ekowisata adalah Taman Wisata Alam Mangrove Angke Kapuk.
Dulu, ekosistem mangrove di Indonesia juga banyak dimanfaatkan untuk sektor perikanan. "Perikanan yang paling ikonik (di mangrove) kan kepiting bakau," kata Yaya.
Kemudian selain membahas potensi mangrove, Yaya juga memaparkan faktor-faktor yang bisa menjadi ancaman ekosistem mangrove di Indonesia. Dia membaginya menjadi dua faktor utama, yakni faktor manusia (antroponegik) dan faktor alami.
Faktor manusia ini terkait dengan pertumbuhan penduduk. "Population growth. Dari population growth itu kita butuh makan, semua butuh makan," kata Yaya.
"Dan dari situ semua yang kemudian mendorong pembukaan tambak, pembukaan lahan untuk pertanian, pembukaan lahan untuk perkotaan dan seterusnya, tuturnya lagi.
"Bahkan mining activities sekarang juga banyak terjadi di ekosistem mangrove. Salah satunya yang paling gencar di Bangka Belitung. Itu tambang timah di Bangka Belitung yang tadinya di darat. Darat sudah habis, kemudian hajar pesisir dan laut," beber Yaya.
Oleh karena itu, kondisi mangrove di berbagai wilayah pesisir di Indonesia perlu dicek dan dipantau untuk kemudian dianalisis apa yang perlu dikembangkan berdasarkan potensinya dan apa yang perlu dicegah atau dihindari berdasarkan ancaman yang ada.
Dalam diskusi Sisir Pesisir ini, Yaya menjelaskan ada dua cara untuk memperbaiki ekosistem mangrove yang rusak. Pertama adalah dengan menghilangkan aktivitas apa pun dari manusia di lokasi tersebut. "Tinggalkan lahan tersebut, alam akan kembali menemukan keseimbangannya," tegas Yaya.
Cara lainnya yang lebih ribet adalah dengan melakukan restorasi. Area mangrove di Angke adalah salah satu contoh hasil restorasi. Wilayah mangrove itu kini kemudian menjadi tempat wisata dan rekreasi masyarakat umum.
Meski demikian, Yaya menegaskan bahwa kebutuhan masyarakat pesisir di berbagai wilayah yang akan disurvei dalam program Sisir Pesisir nanti pasti akan berbeda-beda. Jadi, yang perlu dianalisis dan dijawab menurut Yaya, jasa lingkungan apa yang dibutuhkan atau yang akan dimanfaatkan dari ekosistem mangrove atau ekosistem pesisir yang ada di masing-masing lokasi tersebut.
Artikel ini adalah bagian dari sinergi inisiatif Lestari KG Media bersama Saya Pilih Bumi, Sisir Pesisir dengan media National Geographic Indonesia, Initisari, Infokomputer, dan GridOto.
Penulis | : | Utomo Priyambodo |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR