Nationalgeographic.co.id—Sebuah penelitian dari Universitas Diponegoro mengungkapkan bahwa komunitas-komunitas pesisir di Indonesia semakin rentan terhadap perubahan iklim. Para peneliti mempelajari wilayah pesisir utara di Jawa Tengah, Indonesia.
Iwan Rudiarto dari Universitas Diponegoro memimpin penelitian. Studi ia dan timnya telah dipublikasikan di jurnal Land dengan judul "A Regional Perspective on Urbanization and Climate-Related Disasters in the Northern Coastal Region of Central Java, Indonesia".
Perubahan iklim merupakan fenomena global yang semakin dikaitkan dengan dampak negatif terhadap aktivitas manusia dan komunitas pesisir.
"Semakin banyak penelitian yang menunjukkan bahwa perubahan iklim merupakan ancaman serius terhadap keberlanjutan pembangunan perkotaan di banyak negara," tulis peneliti.
Terutama dengan banyaknya kota yang terletak di wilayah pesisir (dataran rendah) yang mengalami peningkatan risiko terhadap pembangunan manusia dan kerugian ekonomi.
Perubahan iklim mempunyai dampak yang signifikan terhadap bencana alam di seluruh dunia. Bencana alam meliputi fenomena biologi, meteorologi, geofisika, hidrologi, dan klimatologi.
Bencana terkait iklim sebagian besar terkait dengan peristiwa hidrometeorologi dan mencakup banjir, banjir rob, tanah longsor, angin topan, gelombang panas, dan kebakaran.
Banjir dan kekeringan dianggap sebagai bencana yang paling sering terjadi di seluruh dunia, terutama di Asia. Banjir dan kekeringan terjadi secara alami karena proses penguapan, namun risikonya diperparah oleh aktivitas manusia.
Komunitas pesisir Indonesia
Dijelaskan, bahwa Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki sekitar 150 juta orang (60%) yang tinggal di wilayah pesisir.
"Komunitas-komunitas seperti ini semakin rentan terhadap dampak perubahan iklim, dalam bentuk kenaikan permukaan air laut dan badai yang lebih kuat dan hebat," tulis peneliti.
Pertumbuhan penduduk di wilayah pesisir juga akan meningkatkan risiko bencana terutama karena dampak perubahan iklim seperti banjir, kekeringan, dan banjir rob.
"Studi ini mengkaji perubahan dinamis populasi perkotaan dan kelurahan dalam tiga periode dekade, mulai tahun 1990, 2000, hingga 2010, untuk menyoroti berbagai bencana yang semakin terkait dengan perubahan iklim," tulis peneliti.
"Analisis dilakukan di wilayah pesisir utara Provinsi Jawa Tengah dengan menggunakan data Potensi Desa (PODES) yang dikumpulkan secara rutin oleh pemerintah."
Hasilnya menunjukkan bahwa sekitar 41% penduduk Provinsi Jawa Tengah tinggal di wilayah pesisir utara dan 50% tinggal di perkotaan.
"Jumlah kejadian bahaya dalam rentang jarak 0–40 km dari garis pantai adalah, banjir (non-pasang surut), banjir rob, dan kekeringan," menurut peneliti.
Berdasarkan studi ini, sekitar setengah dari bencana banjir (non-pasang) terjadi dalam jarak 10 km dari garis pantai, sedangkan banjir rob mencapai 80%.
Urbanisasi
Sebagian besar bencana terkait perubahan iklim terjadi di daerah pedesaan dengan tingkat pertumbuhan penduduk yang rendah, sedangkan di daerah perkotaan, bencana terkait dengan kurang dari 1% dan lebih dari 3% pertumbuhan penduduk.
"Bencana terkait perubahan iklim di sepanjang pesisir Jawa Tengah lebih dominan terjadi di wilayah dengan tingkat pertumbuhan penduduk yang rendah," tulis peneliti.
"Di sisi lain, setiap jenis bencana menunjukkan pola yang berbeda. Banjir terjadi hampir di seluruh wilayah studi, banjir rob biasanya terjadi di dekat garis pantai, sedangkan kekeringan terjadi cukup jauh dari pantai."
Angka kejadian bencana cukup tinggi terjadi di wilayah perkotaan dengan pertumbuhan penduduk yang tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa urbanisasi sedikit banyak mempengaruhi jumlah bencana. Urbanisasi telah menyebabkan risiko dampak perubahan iklim yang lebih tinggi.
Karena urbanisasi di Jawa Tengah terjadi tidak hanya sebagai bagian dari proses pertumbuhan perkotaan namun juga melalui urbanisasi in-situ.
Bencana-bencana terkait perubahan iklim di pantai utara telah tersebar pada jarak yang lebih jauh dari garis pantai, kemudian di wilayah-wilayah dengan pertumbuhan penduduk yang lebih rendah.
"Jika dilihat dari tingkat regional, tingkat urbanisasi di wilayah pantai utara Jawa Tengah kemungkinan akan semakin meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk," tulis peneliti.
"Oleh karena itu, penelitian ini mengusulkan beberapa arah penelitian dan rekomendasi kebijakan di masa depan."
Pertama, kebijakan penataan ruang harus dipandang sebagai instrumen penting untuk mengantisipasi pola urbanisasi di tingkat daerah.
"Hal ini memerlukan kajian yang lebih mendalam mengenai kebijakan penataan ruang untuk mendorong pembangunan yang lebih seimbang antar wilayah," peneliti menjelaskan.
Jenis pembangunan daerah seperti pembangunan polisentris dapat menjadi contoh yang baik. Dimana kebijakan sosio-ekonomi dan perencanaan tata ruang dapat mengurangi kesenjangan antar daerah.
Kedua, terdapat tantangan yang harus diatasi untuk meningkatkan strategi adaptasi perubahan iklim, termasuk kolaborasi dengan masyarakat dan pemangku kepentingan.
Di sisi lain, sebaran kejadian bahaya di berbagai lokasi di wilayah studi memerlukan kesadaran pemerintah daerah mengenai dampak bencana terhadap pemukiman dan komunitas pesisir.
Oleh karena itu, peningkatan kesadaran masyarakat atau komunitas pesisir menjadi perhatian utama karena tindakan awal berasal dari masyarakat setempat.
"Semua upaya menuju mitigasi dan adaptasi bencana terkait perubahan iklim harus difokuskan pada tindakan manusia," tulis peneliti.
"Kajian ini mampu menunjukkan perkembangan spasial urbanisasi serta wilayah atau lokasi yang lebih banyak terjadi bencana. Hal itu dijabarkan dalam skala regional."
Artikel ini adalah bagian dari sinergi inisiatif Lestari KG Media bersama Saya Pilih Bumi, Sisir Pesisir dengan media National Geographic Indonesia, Initisari, Infokomputer, dan GridOto.
Source | : | Land Journal |
Penulis | : | Ricky Jenihansen |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari, program KG Media yang merupakan suatu rencana aksi global, bertujuan untuk menghapus kemiskinan, mengurangi kesenjangan dan melindungi lingkungan.
KOMENTAR