Nationalgeographic.co.id—Dalam sejarah India, ada banyak kerajaan kecil dan suku yang memenuhi anak benua India. Mereka saling bertempur untuk memperebutkan kuasa demi wilayah yang lebih luas.
Salah satu di antaranya adalah Kekaisaran Magadha yang berdiri sejak abad ketujuh SM. Kekaisaran ini memang dikenal sebagai sumber tertua pembuatan epik Ramayana dan perkembagnan awal agama Buddha.
Meski demikian, pada abad keempat SM, Kekaisaran Magadha menyurut karena rajanya sangat tidak populer, kejam, dan tarif pajak yang tinggi. Sumber teks rohaniawan Buddha pada masa itu mengungkapkan bahwa raja sering menggali dasar Sungai Gangga dan mengubur emasnya di sana.
Pergerakan kekuatan baru muncul dalam sejarah India. Pergerakan ini kelak akan menyatukan India yang terpecah-pecah. Pergerakan ini dipimpin Chandragupta Maurya yang kemudian mendirikan Kekaisaran Maurya pada sekitar 322 SM. Kekaisaran ini pun menggantikan kekaisaran Magadha yang pada awalnya berkuasa di sebagian besar wilayah India timur dan utara.
Perluasan Kekaisaran Maurya berlangsung selama kepemimpinan Chandragupta dalam sejarah India. Ia mengalahkan banyak suku dan kerajaan kecil, termasuk menyatukan kerajaan dalam Mahajanapadas (16 kerajaan atau republik oligarki dalam sejarah India kuno). Kekaisaran ini pun mulai bergerak ke arah barat.
Di barat, suku-suku kecil India yang berada di Lembah Sungai Indus berada di cengkeraman Kekaisaran Persia Akhemeniyah. Kemudian, Aleksander Agung dari Makedonia menggantikan kekuasaan tersebut. Dia pun merebut kembali kawasan Lembah Sungai Indus yang enggan tunduk kepada penguasa Persia-Makedonia yang baru pada 327 SM.
Namun, Aleksander Agung tidak berkuasa lama, dan wafat muda pada 323 SM—satu tahun sebelum Kekaisaran Maurya berdiri. Kemudian, kekuasaannya pun terlepas seiring dengan munculnya konflik politik internal untuk perebut kekuasaan.
Hal ini membuat Kekaisaran Maurya menguasai Lembah Sungai Indus dan beberapa suku dan kota yang pernah dikuasai Aleksander Agung. Seleucos I Nicator, salah satu pemimpin militer Aleksander Agung yang menjadi satrap, dikalahkan oleh Chandragupta.
Konon, di antara kekuasaan Aleksander Agung dan Kekaisaran Magadha, terdapat Kekaisaran Nanda. Dikisahkan, dalam sebuah legenda sejarah lokal, seorang brahmana Kekaisaran Nanda bernama Chanakya mengabarkan Kaisar Dhana tentang ekspedisi Aleksander. Kaisar justru menghina brahmana tersebut.
Chanakya menaruh dendam kepada Kaisar Dhana, dan bersumpah akan menghancurkan Kekaisaran Nanda. Dia pun menjadi penasihat untuk Chandragupta dan bergabung dengan Kekaisaran Maurya yang baru berdiri. Kekaisaran baru yang bergerak ke barat itu pun menghancurkan Kekaisaran Nanda.
Versi lain mengatakan bahwa Chanakya sudah mendidik Chandragupta sejak kecil dengan ajaran agama Buddha. Keduanya menaruh dendam kepada Kekaisaran Nanda yang begitu kejam, karena memperlakukan hukum semena-mena dan memungut pajak yang berat bagi rakyatnya.
Dalam upaya perluasan kekuasaannya dalam sejarah India, Chandragupta memanfaatkan aliansi pernikahan, diplomasi, tipu daya, dan perang. Pada masa puncaknya, Kekaisaran Maurya terbentang dari Iran timur hingga perbatasan barat dekat perbukitan Burma, kerajaan dan suku Himalaya, dan menyentuh ujung selatan semenanjung India.
Kekaisaran Maurya begitu makmur karena berada di jalur utama perdagangan dunia. Dalam sejarah India, terutama setelah terbentuknya jalur yang dibuka oleh Aleksander Agung, dunia barat dan India terhubung dan terjaga dengan baik. Hal itu terbukti dengan ditemukannya pilar dan rambu yang menandai jarak dan jalan raya pada jalur perdagangan utama.
Sektor perekonomian Kekaisaran Maurya pun pesat. Kekaisaran besar India ini memanfaatkan kawasan perairannya dari Sungai Gangga dan anak-anak sungai lainnya, sampai kawasan pesisirnya untuk kapal dagang.
Kapal dagang kekaisaran tersebut diketahui menyusuri negeri-negeri jauh seperti Srilanka, Tiongkok, Arab, dan Afrika. Selain membangun hubungan dengan peradaban lain, kapal-kapal ini bermaksud untuk menghancurkan para perompak.
Chandragupta tidak menuntaskan jabatannya sebagai kaisar Maurya sampai akhir hayat. Dia hanya menjabat selama 25 tahun, dan memberikan takhtanya kepada putranya, Bindusara. Chandragupta memilih jalan menjadi biksu Jain.
Bindusara pun mempertahankan warisan ayahnya dengan baik. Raja kedua Kekaisaran Maurya itu memperluas kekuasaannya hingga mencakup dataran tinggi semenanjung India. Dalam sejarah India, setelah Bindusara wafat, digantikan oleh putranya bernama Ashoka dari perselisihan suksesi sesama saudara.
Pada masa kekuasaan Ashoka inilah, Kekaisaran Maurya terakhir kalinya menguasai kerajaan lain. Ashoka menyerang kerajaan kecil Kalinga di pesisir timur India. Perang ini begitu rumit dan memakan waktu panjang. Kekaisaran Maurya pun berhasil menguasai kerajaan ini sekitar 260 SM.
Setelah itu, Kekaisaran Maurya tidak lagi melakukan ekspedisi militer ke kerajaan mana pun. Ashoka lebih memilih berdiplomasi sebagai misi perdamaian dengan kerajaan-kerajaan lain, termasuk ke Tiongkok dan Persia.
Ashoka juga terkenal sebagai raja yang melindungi agama Buddha. Dia mendirikan berbagai stupa, memperbaiki stupa lama, dan menyebarkan agama ke luar negeri seperti ke Srilanka. Ashoka juga dikenal sebagai raja yang menerapkan peraturan untuk mendukung toleransi keragaman agama dalam sejarah India.
Masa kemunduran Kekaisaran Maurya baru muncul setelah Ashoka turun takhta. Para penerusnya tidak cukup kuat dalam mempertahankan kedaulatan, sampai akhirnya perpecahan sedikit demi sedikit muncul.
50 tahun setelah Ashoka wafat atau 185 SM, raja terakhir Kekaisaran Maurya bernama Brihadratha dibunuh oleh panglimanya, Pushyamitra Shunga. Kekaisaran besar dalam sejarah India tersebut akhirnya jatuh, digantikan dengan Kekaisaran Shunga.
Penulis | : | Afkar Aristoteles Mukhaer |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR