Nationalgeographic.co.id—Kesatria Templar adalah ordo militer dalam sejarah Perang Salib yang diyakini memiliki kekayaan yang melimpah. Kesatria Templar bahkan memiliki cadangan uang tunai sendiri dan dimanfaatkan untuk memberikan pinjaman yang menghasilkan bunga.
Dalam perjalanannya, peran Kesatria Templar memang terkesan menyimpang dari semangat awal pendiriannya. Mengingat Kesatria Templar adalah ordo militer pertama yang didirikan dalam sejarah Perang Salib.
Biara yang dimiliki Kesatria Templar juga menjadi gudang uang tunai, perhiasan, dan penyimpanan dokumen penting. Itu mungkin karena biara Kesatria Templar dianggap tempat yang aman oleh penduduk setempat.
Ordo tersebut bahkan sampai memiliki cadangan uang tunai sendiri sejak awal tahun 1130. Mereka juga mengembangkannya menjadi seperti lembaga simpan pinjam atau mungkin yang kita kenal sebagai bank di zaman sekarang.
Para Templar juga bahkan mengizinkan orang untuk menyimpan uang pada biara Kesatria Templar yang satu, dan bisa menarik uang yang setara dari biara Kesatria Templar yang lain. Praktik yang benar-benar mirip seperti sebuah bank.
Dalam layanan perbankan awal lainnya, masyarakat dapat menyimpan apa yang sekarang disebut rekening giro di Kesatria Templar.
Mereka akan membayar deposito reguler dan mengatur agar Templar membayar atas nama pemegang rekening. Mereka akan mendapatkan sejumlah uang tetap kepada siapa pun yang ditunjuk.
Pada abad ke-13, para Templar telah menjadi bankir yang sangat mahir dan tepercaya. Sehingga raja-raja Prancis dan bangsawan lainnya menyimpan perbendaharaan mereka di bawah perintah tersebut.
Para raja dan bangsawan yang terlibat dalam sejarah perang salib ke Tanah Suci Yerusalem sering kali menggunakan jasa Kesatria Templar.
Mereka memanfaatkannya untuk membayar pasukan mereka dan memenuhi kebutuhan pasokan di Levant yang jauh. Jadi mereka hanya tinggal membayar atau memberikan sejumlah besar uang tunai kepada para Kesatria Templar yang nantinya dapat ditarik di Levant.
Para Templar bahkan meminjamkan uang kepada para penguasa. Sistem yang mereka kembangkan ini menjadi elemen penting dalam struktur keuangan yang semakin canggih di Eropa pada akhir abad pertengahan.
Organisasi Kesatria Templar
Organisasi Kesatria Templar yang memiliki kekayaan yang melimpah sebenarnya hanya berawal dari tujuh ksatria. Mereka bersumpah untuk membela peziarah Kristen di Tanah Suci Yerusalem.
Persaudaraan ini awalnya mengambil sumpah biara, termasuk sumpah kemiskinan, dan hidup bersama di komunitas tertutup dengan kode etik yang kuat. Meski kemudian Kesatria Templar lebih dikenal dengan ordo militer yang kaya raya.
Persaudaraan mereka ini kemudian mendapatkan pengakuan dari Paus Paus Honorius II (memerintah 1124-1130). Hingga kemudian dikukuhkan pada Konsili Troyes pada bulan Januari 1129 (ordo militer pertama yang dibentuk).
Dengan demikian, ordo militer tersebut mendapat dukungan resmi dari Gereja dan mulai terlibat dalam sejarah Perang Salib.
Pertempuran besar pertama yang melibatkan kesatria Templar terjadi pada tahun 1147 melawan peradaban Islam pada Perang Salib Kedua (1147-1149).
Harta pertama mereka adalah istana yang disumbangkan oleh Baldwin II, Raja Kerajaan Yerusalem pada tahun 1120. Istana tersebut merupakan bekas Masjid Aqsa di Temple Mount Yerusalem.
Untuk menjalankan organisasinya, Kesatria Templar melakukan perekrutan di seluruh Eropa Barat, meskipun Perancis merupakan sumber terbesar.
Mereka dimotivasi oleh rasa kewajiban agama untuk membela umat Kristen di mana pun, terutama di Tanah Suci Yerusalem dan tempat-tempat sucinya.
Alasannya seperti penebusan dosa atau sebagai sarana untuk menjamin masuk ke surga. Atau bahkan alasan-alasan yang lebih duniawi seperti mencari petualangan, keuntungan pribadi, promosi sosial atau sekadar penghasilan tetap dan makanan yang layak.
Para rekrutan haruslah orang-orang bebas yang memiliki kelahiran sah. Jika mereka ingin menjadi kesatria abad pertengahan, sejak abad ke-13, mereka harus menjadi keturunan ksatria.
Meski jarang, pria yang sudah menikah bisa bergabung asalkan pasangannya menyetujuinya. Banyak rekrutan diharapkan memberikan sumbangan yang signifikan untuk mengikuti ordo tersebut, status keuangan rekrutmen tentu saja menjadi pertimbangan.
Selain itu, beberapa anak di bawah umur ikut bergabung dalam ordo tersebut. Tentu saja, mereka dikirim oleh orang tua mereka dengan harapan dapat memberikan pelatihan militer yang bermanfaat bagi putra bungsunya yang tidak akan mewarisi harta keluarga.
Sebagian besar anggota baru Templar berusia pertengahan 20-an. Meski terkadang rekrutan juga berasal dari usia lanjut.
Contohnya adalah ksatria besar Inggris Sir William Marshal (1219). Ia seperti banyak bangsawan lainnya, bergabung dengan ordo tersebut sebelum kematiannya dan meninggalkan uang dalam wasiatnya.
Ada dua pangkat dalam ordo tersebut: ksatria dan sersan, dengan kelompok terakhir termasuk personel non-militer dan orang awam. Kebanyakan rekrutan adalah kelompok kedua. Memang benar, jumlah kesatria di seluruh ordo itu ternyata sangat sedikit.
Mungkin hanya ada beberapa ratus kesatria Templar pada suatu waktu, kadang-kadang meningkat menjadi 500 kesatria pada saat peperangan sengit.
Anggota ordo lainnya termasuk pendeta, pengrajin, buruh, pembantu, dan bahkan beberapa wanita yang menjadi anggota biara yang berafiliasi.
Perintah tersebut dipimpin oleh Grand Master yang berdiri di puncak piramida kekuasaan. Biara-biara dikelompokkan ke dalam wilayah geografis yang dikenal sebagai priory.
Di zona bermasalah seperti Levant, banyak biara berada di kastil, sementara di tempat lain biara didirikan untuk mengontrol wilayah yang dimiliki ordo tersebut.
Setiap biara dikelola oleh seorang 'pembimbing' atau 'komandan' dan dilaporkan kepada kepala biara di mana biaranya berada.
Biara biasanya mengirimkan sepertiga pendapatannya ke kantor pusat ordo. Grand Master tinggal di markas besar di Yerusalem, dan kemudian Acre dari tahun 1191, dan Siprus setelah tahun 1291.
Dari Fiksi Jadi Memori: Kisah Siti Nurbaya Jadi Identitas yang Kuat di Kota Padang
Source | : | World History Encyclopedia |
Penulis | : | Ricky Jenihansen |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR