Nationalgeographic.co.id—Hanya sedikit orang yang mampu membentuk populasi global seperti Jenghis Khan. Dia adalah seorang pria dan penguasa yang pasukannya membunuh banyak orang.
Namun, di antara semua kekejiannya, sang pejuang-penguasa legendaris mungkin juga secara tidak sengaja menyerap sejumlah besar karbon dioksida dari atmosfer. Bahkan mungkin aksinya telah mendinginkan planet ini.
Berdasarkan inti es Antarktika, para ilmuwan telah mengidentifikasi penurunan karbon atmosfer secara tiba-tiba sekitar tiga bagian per juta (ppm) antara tahun 1200 dan 1470 M, yang secara kasar berkorelasi dengan invasi Mongol ke Asia serta Wabah Hitam di Eropa.
Penurunan kedua sebesar 4,6 ppm juga telah terdeteksi antara tahun 1560 dan 1680. Periode ini bersamaan dengan penaklukan benua Amerika dan jatuhnya Dinasti Ming di Tiongkok.
Keempat peristiwa ini diketahui telah merenggut nyawa banyak orang, sehingga membuat para peneliti bertanya-tanya apakah penurunan populasi global secara tiba-tiba dapat menyebabkan perubahan tingkat karbon dioksida ini.
Logikanya di sini adalah bahwa pemusnahan manusia akan menghentikan deforestasi, sehingga memungkinkan lebih banyak pohon tumbuh dan bertindak sebagai penyerap karbon.
Untuk menyelidikinya, para peneliti merekonstruksi perubahan pola penggunaan lahan di seluruh dunia dari tahun 800 M hingga saat ini, menggunakan kombinasi peta pertanian yang dipublikasikan dan statistik populasi.
Dari empat peristiwa sejarah, invasi Mongol –yang diprakarsai oleh Jenghis Khan pada tahun 1200 dan berlanjut hingga tahun 1380– sejauh ini memiliki dampak terbesar terhadap iklim.
Menurut para peneliti, tentara Mongol membunuh sekitar 30 persen dari 115 juta orang yang mereka temui, sehingga menghasilkan pertumbuhan kembali hutan seluas 142.000 kilometer persegi. Peningkatan vegetasi yang tiba-tiba ini akan menghilangkan 684 juta ton karbon dari atmosfer, sehingga menyebabkan pengurangan global sebesar 0,183 ppm.
Sebaliknya, Wabah Hitam hanya mengurangi karbon atmosfer sebesar 0,026 ppm, sedangkan penaklukan Amerika dan jatuhnya Dinasti Ming masing-masing menghilangkan 0,013 dan 0,048 ppm.
Meskipun terjadi penurunan, jelas bahwa tidak satupun dari peristiwa sejarah ini dapat menjelaskan perubahan iklim yang tercatat di inti es kuno.
Menurut para peneliti, hal ini terjadi karena pohon membutuhkan waktu berabad-abad untuk mencapai kedewasaan. Di sisi lain populasi manusia sudah pulih dan kembali melakukan penggundulan hutan jauh sebelum pertumbuhan baru ini berhasil.
Selain itu, walaupun setiap peristiwa ini menghancurkan populasi di wilayah tertentu di dunia, emisi dari wilayah lain di bumi kemungkinan besar akan mengimbangi sebagian besar penyerapan karbon yang dihasilkan dari reboisasi di wilayah tersebut.
Dengan menghitung perubahan bersih keluaran karbon di seluruh dunia selama empat episode ini, para peneliti menemukan bahwa “hanya invasi Mongol yang dapat mengompensasi emisi yang terjadi secara bersamaan dari seluruh dunia.”
“Oleh karena itu, tampaknya invasi Mongol telah menyebabkan terhentinya pertumbuhan CO2 untuk sementara,” tambah para peneliti seperti dilansir IFLScience.
Meskipun demikian, para peneliti menyimpulkan bahwa dampak Jenghis Khan terhadap iklim terlalu kecil untuk terlihat di inti es. Artinya, penurunan besar karbon di atmosfer dalam sejarah mungkin disebabkan oleh faktor alam seperti letusan gunung berapi.
Namun, harus diakui bahwa ini adalah jejak karbon yang cukup mengesankan bagi satu orang.
Makalah studi ini telah dipublikasikan di jurnal The Holocene.
Source | : | IFL Science |
Penulis | : | Utomo Priyambodo |
Editor | : | Utomo Priyambodo |
KOMENTAR