Dalam pembuatan rumah ramah lingkungan ini Sisda memakai popok bekas anaknya. Ibu satu anak itu merasakan betul susahnya membersihkan sampah popok dari urine dan feses. Dan di Indonesia ini sayangnya belum ada sistem pemilahan dan pengolahan sampah popok.
Muhammad Arief Irfan, anggota tim arsitek rumah popok ini, menjelaskan bahwa proses pengolahan sampah popok hingga bisa jadi material rumah ini mudah dilakukan siapa saja. Bahkan pembangunan rumah dari sampah popok ini mereka lakukan dengan melibatkan para tukang atau kuli bangunan lokal di Bandung.
"Artinya, siapa pun bisa mengaplikasikan dengan mudah, dengan sederhana," ucap Irfan.
Prosesnya, sampah popok dibersihkan dan disterilisasikan terlebih dahulu, kemudian dijemur hingga kering. Setelah kering, popok itu bisa dicacah atau dipotong kecil-kecil, bisa menggunakan gunting manual atau juga mesin pencacah otomatis.
Setelah itu, potongan atau serpihan popok dicampurkan dengan material pembentuk komposit bangunan. Serpihan popok ini bisa menggantikan pasir hingga persentase yang disebutkan di atas.
Menurut Sisda, popok yang bisa dipakai tidak hanya popok kotor, tetapi juga popok bersih. Misalnya popok bersih yang tak lolos kontrol kualitas dari pabrik popok.
"Pabrik bisa nge-reject sekitar 5 persen popok. Kebayang enggak satu perusahaan bisa segitu produksi sampah popoknya," tutur Sisda.
Anjar Primasetra, anggota tim arsitek ini, lebih lanjut menjelaskan bahwa teknik pembangunan rumah popok ini dilakukan dengan pembuatan panel-panel komposit. "Panel-panel itu kemudian dipasang seperti lego," kata Anjar.
Dengan konsep rumah prefabrikasi menggunakan panel-panel komposit yang sebagian materialnya terbuat dari sampah popok ini, teknik pembuatan rumah ramah lingkungan ini bisa diaplikasikan di area-area terpencil. Bahkan bisa dipakai untuk pendirian rumah penampungan korban bencana.
Kini mereka sedang berusaha untuk meningkatkan produksi rumah dari sampah popok ini ke skala yang lebih besar. Mereka berharap teknik pembuatan rumah lingkungan ini bisa diterapkan di banyak wilayah di Indonesia, bahkan luar negeri.
"Yang paling prinsip kita memberikan alternatif ya. Mana yang budget-nya sesuai, mana yang goal-nya juga sesuai. Mana yang green, mana yang enggak green. Artinya orang punya opsi, baik dari materialnya, desainnya, metodenya, maupun yang lain juga," ujar Irfan.
"Satu kita menyediakan opsi. Yang kedua, kita memang punya goal besar tadi menyediakan low cost housing. Rumah murah itu targetnya. Saya yakin tantangannya sangat tidak mudah," lanjutnya lagi.
Anjar menambahkan bahwa jalan untuk memasyarakatkan dan memopulerkan rumah ini di Indonesia masih panjang. Menurutnya, mungkin saat ini rumah dari limbah popok ini "belum bisa jadi mainstream, tapi kita bisa memberikan alternatif ya."
"Jadi ibaratnya kalau musik itu kita indie nih," tegas Anjar. "Kita ngasih alternatif lain untuk orang yang pengen hidup lebih ramah lingkungan dan terus juga peduli sama isu-isu lingkungan."
"Kalau kita coba untuk mengubah dunia, ya mungkin jalannya masih panjang. Tapi kita bisa memberikan alternatif bersanding dengan teman-teman yang lain yang juga mencoba mengangkat isu lingkungan juga."
Penulis | : | Utomo Priyambodo |
Editor | : | Utomo Priyambodo |
KOMENTAR