Nationalgrographic.co.id—Sejarawan dari Stanford University mengklaim bahwa mitologi Yunani telah memprediksi robot, kecerdasan buatan dan inovasi teknologi masa depan lainnya. Argumen tersebut sebagian besar berkisar pada Hephaestus, dewa pengrajin dan pengerjaan logam Yunani.
Dr. Adrienne Mayor, sejarawan dari Stanford University menulis spekulasi tersebut dalam buku Gods and Robots. Ia adalah pakar ilmu klasik yang menyoroti mitologi Yunani kuno yang berisi gagasan tentang penciptaan makhluk buatan yang mirip manusia.
Menurutnya, ribuan tahun sebelum pembelajaran mesin dan mobil self-driving menjadi kenyataan, kisah tentang robot perunggu raksasa Talos, wanita buatan Pandora, dan dewa penciptanya Hephaestus, memenuhi imajinasi orang-orang Yunani kuno.
Sejarawan biasanya menelusuri gagasan tentang automata hingga Abad Pertengahan, ketika alat yang dapat bergerak sendiri pertama kali ditemukan.
Namun konsep makhluk buatan yang mirip manusia berasal dari mitologi Yunani dan legenda setidaknya sekitar 2.700 tahun yang lalu, kata Adrienne Mayor dalam tulisannya.
Mayor adalah peneliti di Department of Classics in the School of Humanities and Sciences. Menurutnya, mitologi Yunani ini menjadi pokok bahasan dalam buku terbaru yang ia tulis, Gods and Robots: Myths, Machines, and Ancient Dreams of Technology.
“Kemampuan kita untuk membayangkan kecerdasan buatan sudah ada sejak zaman kuno,” kata Mayor, yang juga merupakan peneliti di Pusat Studi Lanjutan Ilmu Perilaku di Stanford pada tahun 2018-2019.
“Jauh sebelum kemajuan teknologi memungkinkan adanya alat yang dapat bergerak sendiri, gagasan tentang penciptaan kehidupan buatan dan robot telah dieksplorasi dalam mitos-mitos kuno.”
Mayor adalah seorang sejarawan sains. Ia mengatakan bahwa tema paling awal dari kecerdasan buatan, robot, dan objek yang bergerak sendiri muncul dalam karya penyair Yunani kuno Hesiod dan Homer, yang hidup antara tahun 750 dan 650 SM.
Kisah Talos, pertama kali disebutkan sekitar tahun 700 SM oleh Hesiod, menawarkan salah satu konsep robot paling awal, kata Mayor.
Mitos tersebut menggambarkan Talos sebagai manusia perunggu raksasa yang dibangun oleh Hephaestus, dewa penemuan dan pandai besi Yunani.
Talos ditugaskan oleh Zeus, raja para dewa Yunani, untuk melindungi pulau Kreta dari penjajah. Dia berbaris mengelilingi pulau tiga kali setiap hari dan melemparkan batu-batu besar ke arah kapal musuh yang mendekat.
Pada intinya, raksasa itu memiliki sebuah tabung yang membentang dari kepala hingga salah satu kakinya yang membawa sumber kehidupan misterius para dewa yang oleh orang Yunani disebut ichor.
Teks mitologi Yunani kuno lainnya, Argonautica, yang berasal dari abad ketiga SM, menggambarkan bagaimana penyihir Medea mengalahkan Talos dengan melepas baut di pergelangan kakinya dan membiarkan cairan ichor keluar, kata Mayor.
Mitos Pandora, yang pertama kali dijelaskan dalam Theogony karya Hesiod, adalah contoh lain dari makhluk mitos buatan, kata Mayor.
Meskipun versi cerita selanjutnya menggambarkan Pandora sebagai wanita tak berdosa yang tanpa sadar membuka kotak kejahatan.
Mayor mengatakan bahwa cerita asli Hesiod menggambarkan Pandora sebagai wanita jahat buatan yang diciptakan oleh Hephaestus dari tanah. Pandora dikirim ke Bumi atas perintah Zeus untuk menghukum manusia karena menemukan api.
“Dapat dikatakan bahwa Pandora adalah sejenis agen AI (Artificial Intelegence),” kata Mayor. “Satu-satunya misinya adalah menyusup ke dunia manusia dan melepaskan wadah penderitaannya.”
Selain menciptakan Talos dan Pandora, mitos Hephaestus juga membuat objek bergerak lainnya, termasuk seperangkat pelayan otomatis, yang tampak seperti wanita tetapi terbuat dari emas, kata Mayor.
Menurut Homer yang menceritakan mitos tersebut, Hephaestus memberikan pengetahuan para dewa kepada wanita buatan ini. Mayor berpendapat bahwa mereka dapat dianggap sebagai versi mitos kuno dari kecerdasan buatan.
Ciptaan-ciptaan tersebut bukan satu-satunya prediksi mitologi Yunani tentang teknologi masa depan. Menurut Mayor, puisi epik Homer juga meramalkan kedatangan mobil dan transportasi tanpa pengemudi.
Dalam Odyssey, Odysseus berlayar kembali ke Ithaca dengan kapal Phaeacian tanpa pengemudi, sementara di Iliad, Homer menulis tentang tripod beroda otonom yang mengangkut ambrosia.
Orang Yunani kuno mengembangkan teknologi mereka sendiri
Meskipun mereka mungkin telah meramalkan beberapa inovasi teknologi modern seperti robot, orang-orang Yunani Kuno menemukan sejumlah besar perangkat mereka sendiri yang mengesankan.
Ada banyak sekali barang yang kita gunakan dalam kehidupan sehari-hari yang mungkin Anda terkejut mendengarnya sebenarnya berasal dari teknologi Yunani kuno.
Pemanas sentral dan termometer, penemuan yang banyak orang tidak dapat hidup tanpanya, diciptakan oleh orang Yunani kuno.
Konsep asli termometer saat ini juga sudah ada sejak hampir dua ribu tahun yang lalu. Orang-orang Yunani di Alexandria adalah orang pertama yang mengetahui bagaimana udara mengembang ketika terkena suhu tinggi.
Philo dari Byzantium adalah orang pertama yang menerapkan teknik ini pada penemuan fisik dan menciptakan termometer pertama.
Kemudian Mekanisme Antikythera, adalah salah satu penemuan paling signifikan dan mengesankan dari Yunani kuno. Mesin yang sangat rumit ini adalah perangkat Yunani kuno yang oleh banyak ilmuwan dianggap sebagai komputer pertama di dunia.
Implikasi moral
Kisah-kisah mitologi Yunani yang diteliti Mayor dalam penelitiannya bergulat dengan implikasi moral dari ciptaan Hephaestus.
“Tidak satupun dari mitos-mitos tersebut memiliki akhir yang baik setelah makhluk buatan dikirim ke Bumi,” kata Mayor.
“Seolah-olah mitologi Yunani mengatakan bahwa sangat menyenangkan jika benda-benda buatan di surga digunakan oleh para dewa. Tapi begitu mereka berinteraksi dengan manusia, kita mengalami kekacauan dan kehancuran.”
Mayor mengatakan mitos-mitos tersebut menggarisbawahi ketertarikan manusia terhadap penciptaan kehidupan buatan.
“Masyarakat mempunyai dorongan untuk membayangkan hal-hal yang belum mungkin dilakukan,” kata Mayor. “Ada hubungan abadi antara imajinasi dan sains.”
Source | : | Greek Reporter,Stanford University |
Penulis | : | Ricky Jenihansen |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR