Selain beberapa lapisan puing, peradaban yang dulunya besar telah sepenuhnya terhapus dari keberadaannya.
Sepintas lalu, cerita ini sepertinya penuh dengan mitos. Namun sejarah menunjukkan bahwa ada banyak orang yang percaya selama berabad-abad.
Bagaimana Cerita Plato Bisa Dipercaya?
Plato menulis kisah Atlantis sebagai eksperimen pemikiran. Plato bukan seorang sejarawan, jadi dia tidak menggambarkan kejadian sebenarnya.
Sebaliknya, dia menggambarkan pertukaran fiksi di mana Socrates meminta orang-orang di sekitarnya untuk membuat negara-kota yang dapat digunakan sebagai tolok ukur melawan Athena. Dia menyebutkan bahwa dia ingin membayangkan kotanya, “bersaing melawan kota lain dalam kontes antar kota.”
Dalam dialog antara Socrates dan para pengikutnya, disajikan tiga negara kota fiksi, yang masing-masing dapat dibandingkan dengan Athena pada zaman Plato. Salah satu negara kota tersebut adalah Atlantis.
Bagaimana kita tahu bahwa kisah Atlantis itu tidak nyata? Salah satu petunjuk terbesarnya adalah fakta bahwa orang yang menceritakan kisah tersebut, seorang pria bernama Critias, sedang menggambarkan sesuatu yang terjadi lebih dari sembilan ribu tahun sebelumnya. Artinya, ribuan tahun sebelum Athena ada.
Ibarat permainan telepon, Plato menulis tentang seorang pria bernama Critias yang mendengar cerita tersebut dari seorang Yunani bernama Solon yang kemudian mendengar cerita tersebut saat berada di Mesir.
Namun jika Atlantis karya Plato tidak nyata, mengapa ia memasukkan cerita ini ke dalam dialognya?
Jawabannya adalah dia mencoba menggunakan alegori Atlantis sebagai peringatan bagi orang Athena tentang risiko yang mereka ambil ketika keangkuhan mengambil alih.
Plato tidak sedang menjelaskan peristiwa sejarah yang sudah lama terlupakan. Dia menggunakan peradaban fiksi sebagai contoh bagaimana tidak bertindak sebagai sebuah bangsa.
Kebanyakan orang Yunani pada masa Plato akan langsung menyadari bahwa ia hanya menggunakan Socrates dan Critias sebagai lawan bicara untuk menyampaikan pesan.
Source | : | History Defined |
Penulis | : | Hanny Nur Fadhilah |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR