Situasi ini memberikan tantangan bagi pihak berwenang dalam menyeimbangkan kebutuhan untuk menjamin keselamatan warga negaranya sambil mencoba menyelesaikan situasi tersebut tanpa kekerasan lebih lanjut.
Menyadari gawatnya situasi ini, pemerintah Jepang menemukan mantan komandan Onoda, Mayor Yoshimi Taniguchi, yang kemudian menjadi penjual buku.
Dalam kejadian yang tidak nyata, Taniguchi diterbangkan ke Pulau Lubang untuk memenuhi tugas terakhir masa perang.
Pada tanggal 9 Maret 1974, dalam momen yang emosional dan bersejarah, Taniguchi secara resmi memecat Onoda dari tugasnya.
Tindakan ini sangat penting bagi Onoda, yang menghormati rantai komando dan membutuhkan perintah resmi untuk mengakhiri kampanyenya.
Setelah menerima perintah tersebut, Onoda menyerah, menyerahkan pedangnya, senapan Arisaka yang masih berfungsi, amunisi, dan beberapa granat tangan, beserta belati keluarganya.
Onoda dan Kehidupan Modern
Setelah penyerahannya pada tahun 1974, Hiroo Onoda kembali ke Jepang. Pria yang telah begitu lama berpegang pada masa lalu tiba-tiba mendapati dirinya dibawa ke Jepang modern yang sangat berbeda dari apa yang ia tinggalkan pada tahun 1940an.
Transisi ini menimbulkan tantangan besar bagi Onoda, yang harus beradaptasi dengan masyarakat yang telah mengalami perubahan besar dalam teknologi, budaya, dan nilai-nilai.
Awalnya, Onoda berjuang dengan ketenaran barunya dan laju kehidupan modern. Dia mendapat perhatian luas dari media, dan kisahnya menjadi subjek buku dan dokumenter.
Dalam penampilan publik dan wawancara, ia sering bercerita tentang pengalamannya dan kesulitannya menyesuaikan diri dengan dunia yang hampir tidak ia kenali.
Meskipun awalnya mengalami kejutan budaya, ketahanan dan kemampuan beradaptasi Onoda, yang telah membantunya selama bertahun-tahun di hutan, membantunya menavigasi fase baru dalam hidupnya.
Pada tahun-tahun setelah kepulangannya, perspektif Onoda tentang ketidaksepakatannya yang lama mulai berkembang.
Ia menyatakan penyesalannya atas banyak nyawa yang hilang selama berada di Pulau Lubang, baik di kalangan rekan-rekannya maupun masyarakat setempat.
Refleksi ini mengarah pada perenungan yang lebih luas mengenai perang dan dampaknya terhadap individu dan masyarakat.
Pengalaman unik Onoda membuatnya menjadi pembicara yang banyak dicari, dan ia sering berbagi pemikirannya tentang perang, perdamaian, dan semangat manusia.
Mencari kehidupan yang lebih tenang, Onoda pindah ke Brasil pada tahun 1975, di mana ia menjadi peternak sapi.
Onoda kembali ke Jepang pada tahun 1984 dan mendirikan kamp pendidikan bagi kaum muda di prefektur asalnya, Wakayama.
Melalui usaha ini, ia berupaya menanamkan nilai-nilai disiplin, keterampilan bertahan hidup, dan apresiasi terhadap alam kepada generasi muda.
Kehidupannya pasca menyerah menjadi perjalanan rekonsiliasi dengan masa lalunya dan upaya berkontribusi positif kepada masyarakat. Hiroo Onoda meninggal dunia pada 16 Januari 2014 di usia 91 tahun.
Source | : | History Defined |
Penulis | : | Hanny Nur Fadhilah |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR