Nationalgeographic.co.id—Kesultanan Utsmaniyah atau Kekaisaran Ottoman ternyata pernah memiliki hubungan dengan dunia Arab hingga Eropa.
Kata Utsmaniyah berasal dari bahasa Arab Osman, nama penguasa pertamanya. Kekaisaran ini memiliki awal yang sederhana sebagai sebuah kerajaan provinsi di Anatolia, yang sekarang menjadi bagian dari Turki.
Apa yang mengubahnya menjadi kekuatan yang meningkat dan cukup besar dalam politik dunia adalah ekspansi bertahap ke wilayah Kekaisaran Bizantium yang sedang mengalami kemunduran.
Proses ini berakhir pada tahun 1453 dengan penaklukan Konstantinopel, ibu kota Kekaisaran Bizantium. Konstantinopel berganti nama menjadi Istanbul, dan menjadi pusat kekaisaran baru yang sedang bangkit.
Pada abad ke-15, kota ini menjadi pusat perdagangan dan inovasi arsitektur yang dinamis. Suatu periode ekspansi yang stabil terjadi. Kekaisaran meluas ke sebagian Timur Tengah sepanjang Laut Merah, Afrika Utara, Balkan, Eropa Timur dan sampai ke tembok kota Wina.
Puncak kekuasaan Kekaisaran Ottoman terjadi pada abad ke-16 pada masa pemerintahan Suleiman yang Agung, salah satu sultan kekaisaran yang paling lama berkuasa.
Bukti kekuatan kekaisaran adalah fakta bahwa Suleiman mendapat julukan “megah” di Barat. Di masa Kesultanan Utsmaniyah, ia dikenal sebagai “pemberi hukum”.
Pada masa pemerintahannya, kekaisaran memperoleh kode hukum baru dan mengalami periode kebangkitan budaya yang didukung oleh perpaduan unsur Kristen, Islam, dan Arab.
Kekaisaran juga menawarkan jalan yang aman bagi orang-orang Yahudi Sephardic yang melarikan diri dari penganiayaan di Semenanjung Iberia (Spanyol dan Portugal).
Pada awal abad ke-16, Kekaisaran Ottoman memiliki salah satu komunitas Yahudi terbesar di dunia. Konstantinopel belum secara resmi berganti nama menjadi Istanbul hingga tahun 1930.
Ketika kota ini menjadi perpaduan budaya yang nyata. Sepanjang masa Renaisans, Ottoman menjadi mitra dagang terbesar Eropa Barat.
Pengaruh Kekaisaran Ottoman dengan Eropa
Source | : | Greek Reporter |
Penulis | : | Hanny Nur Fadhilah |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR