Nationalgeographic.co.id - Guna menghidupi ekosistem lingkungan perkotaan, memberikan ruang untuk tanaman dan satwa diperlukan. Keberlangsungan ekosistem hijau kota dapat mengurangi dampak perubahan iklim dan polusi yang selama ini menjadi permasalahan.
Jumat, 15 Maret 2024, Jagat Satwa Nusantara bersama BKSDA Jakarta dan Dinas Pertamanan dan Hutan Kota DKI Jakarta melepasliarkan 64 ekor burung di Hutan Kota Munjul, Jakarta Timur. Kegiatan ini sekaligus memperingati Hari Bakti Rimbawan yang diadakan setiap 16 Maret disertai pembukaan penanaman pohon.
"Ini juga merupakan upaya pemerintah dalam menangani triple planetary crisis: perubahan iklim, polusi, dan kehilangan keanekaragaman hayati," kata Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Jakarta Agus Arianto.
"Jadi, burungnya [yang dilepasliarkan] memang yang asli [dapat hidup] di kota, begitu," lanjutnya. "Burung-burung ini sudah melewati proses rehab untuk dipulihkan sifat liarnya dari penangkaran."
64 ekor burung tersebut terdiri dari empat spesies, yakni burung kerak kerbau (Acridotheres javanicus), kutilang (Pycnonotus aurigaster), perkutut (Geopelia striata), dan tekukur (Spilopelia chinensis) yang berusia dari tiga sampai 8 bulan.
Keempat jenis burung ini merupakan satwa endemik Indonesia yang tengah menjadi fokus perhatian dalam upaya pelestarian. Burung yang dilepasliarkan ini berasal dari proses penangkaran yang dilakukan Jagat Satwa Nusantara di Taman Mini Indonesia Indah (TMII).
"Kita sebenarnya di Jagat Satwa untuk jenis burung sendiri memiliki lebih dari 1.600 dari kurang lebih 218 jenis [burung]," ungkap General Manager Jagat Satwa Nusantara Muhammad Piter Kombo. Beberapa di antaranya terdapat jenis burung terancam punah seperti elang jawa yang nantinya juga mendapat giliran untuk dilepasliarkan.
"Kita, tentunya, melakukan pemeliharaan sesuai dengan standar animal walfare, di mana di kegiatan itu ada pemberian makan, sanitasi rutin, bahkan kita ada pemberian enrichment-enrichment untuk satwa-satwa kita."
Selain itu, empat spesies ini dipilih untuk dilepasliarkan karena diyakini memiliki toleransi terhadap situasi kota Jakarta. Meski demikian, Jagat Satwa Nusantara dan BKSDA Jakarta akan terus melakukan pemantauan, pengawasan, dan riset terhadap burung yang baru dilepaskan dengan berkolaborasi bersama berbagai komunitas.
Burung yang menjadi koleksi Jagat Satwa Nusantara dan yang dilepasliarkan kali ini berasal dari hasil pengembangbiakkan terkontrol. Sebelum dilepasliarkan, bersama beberapa komunitas, pihak lembaga konservasi yang bertempat di TMII ini meriset tempat yang cocok.
Hutan Kota Munjul memiliki luas sekitar 2,3 hektare yang menjadi kawasan konservasi dan resapan air di Kecamatan Cipayung, Jakarta Timur. Ruang Terbuka Hijau ini diresmikan pada 2010 dan merupakan bekas lahan warga dan peternakan ikan yang dibeli oleh Pemerintah Provinsi Jakarta.
Berbagai pohon dan tumbuh-tumbuhan tersedia di sini untuk menyerap karbon yang dihasilkan di DKI Jakarta. Keragaman vegetasi di Taman Kota Munjul ini dapat menopang burung yang dilepasliarkan untuk dapat bertelur dan berkembang biak, sehingga mengisi kembali ekosistem lingkungan di Jakarta.
Pertimbangan ini yang menjadikan Hutan Kota Munjul sebagai tempat pelepasliaran burung yang dilakukan Jagat Satwa Nusantara, BKSDA Jakarta, dan Dinas Pertamanan dan Hutan Kota Jakarta.
"[Lingkungan hutan kota] Itu memenuhi syarat, salah satunya memiliki banyak pohon untuk sumber pakan dan tempat bersarang, dan juga kontak dengan masyarakat yang tidak terlalu tinggi," jelas Piter.
Untuk menopang kehidupan burung agar dapat bertahan hidup di Hutan Kota Munjul, penanaman pohon dilakukan. Pepohonan yang ditanam adalah jenis yang menghasilkan buah.
"Ya mudah-mudahan dengan ikhtiar ini kita menanam pohon dan melepasliarkan burung ini tetap bagaimana menjaga ekologi kota," terang Kepala Dinas Pertamanan dan Hutan Kota DKI Jakarta Bayu Meghantara.
Penulis | : | Afkar Aristoteles Mukhaer |
Editor | : | Utomo Priyambodo |
KOMENTAR