Nationalgeographic.co.id—“Pilihan Van Gogh terhadap wanita tidaklah umum,” kata Zuzanna Stanska, sejarawan seni dari Polandia. “Dalam banyak kasus, wanita yang ia cintai jauh lebih tua darinya.”
Saat muda, Vincent van Gogh pernah melamar tiga wanita pujaan hatinya: Caroline Haanebeek pada tahun 1872, Eugénie Loyer pada tahun 1873, dan Kee Vos-Stricker pada tahun 1881.
Namun sayangnya, tak ada satupun dari ketiga wanita itu menerima cinta Van Gogh. Tak begitu jelas apa alasan pastinya, namun diduga usianya yang masih muda–berusia 19 tahun saat melamar pertama kalinya–menjadi penyebab utama.
Lantas, siapa sebenarnya tiga wanita ini dan apa yang membuatnya menolak seniman post-impressionis yang mengguncang dunia seni?
Menurut Zuzanna, Caroline dan saudara perempuannya, Annet, adalah sepupu kedua Van Gogh dari pihak ibunya.
“Cintanya pada Caroline bertepuk sebelah tangan dan dia menikah dengan pria lain. Pada saat yang sama, Annet menjadi kekasih Theo (adik laki-laki Van Gogh), namun ia jatuh sakit dan meninggal,” kata Stanska.
Selanjutnya, Eugenie Loyer adalah putri berusia 19 tahun dari seorang kepala sekolah anak laki-laki dan induk semang Van Gogh ketika sang seniman tinggal di London.
Kepala sekolah menyewakan kamar untuknya saat Van Gogh diterima sebagai peserta magang pada tahun 1873 di dealer seni Goupil.
Van Gogh dan Eugenie bergaul selayaknya "kakak dan adik", tidak ada yang terjadi lebih jauh. Loyer diam-diam bertunangan dengan Samuel Plowman, yang pernah tinggal di kamar sewaan sebelum Van Gogh. Van Gogh menjadi melankolis dan mulai bertingkah aneh.
Wanita ketiga, Kee Stricker, juga merupakan sepupu Van Gogh. Van Gogh bertemu dengannya tepat setelah kematian suaminya. Jawaban Stricker terhadap lamaran pernikahannya adalah: "Tidak, tidak, tidak akan pernah".
Namun, Van Gogh tidak menyerah begitu saja dan meskipun kedua keluarga menentang hubungan tersebut, sang seniman pergi ke Amsterdam dan muncul di depan pintu rumah keluarga Kee.
Di meja makan, Van Gogh berbicara dengan ayahnya, Johannes Paulus Stricker, yang mencoba meyakinkannya untuk melupakan Kee. Setelah perbincangan itu, Van Gogh pergi meninggalkan kota dengan patah hati.
Wanita Lain Van Gogh
Bukan rahasia lagi bahwa Van Gogh sangat tertarik pada "wanita-wanita yang sangat dibenci dan dikutuk oleh para pendeta dari atas mimbar”– seperti yang pernah ditulisnya kepada Theo. Tentu saja, yang saya maksud adalah pekerja seks.
Pada tahun 1882, ia terlibat hubungan dengan Clasina Maria Hoornik atau Sien Hoornik (1850-1904), seorang pekerja seks yang ia temui di pinggir jalan. Kala itu Hoornik tengah mengandung anak pertamanya.
“Van Gogh tinggal bersama Sien Hoornik selama lebih dari satu setengah tahun,” jelas Zuzanna. “Waktu ini ditandai dengan ketidakstabilan fisik dan emosional bagi mereka berdua.”
Ketika Van Gogh semakin terlibat dengan pekerjaannya, Hoornik ditekan oleh ibunya untuk kembali menjadi pekerja seks untuk mendapatkan penghidupan yang lebih baik. Di saat yang sama, keluarga Van Gogh tidak menerima hubungan tersebut–tidak hanya karena profesi Hoornik tetapi juga karena dia beragama Katolik.
“Didorong oleh keluarga, Van Gogh meninggalkan Hoornik di kota bersama anak-anaknya. Meskipun telah berjanji untuk menikahinya, dia hanya akan menemuinya sekali lagi,” ungkap Zuzanna.
Pada tahun 1884, Van Gogh pindah kembali ke rumah orang tuanya di Nuenen. Di kota yang menjadi saksi awal kariernya ini, ia jatuh hati dengan wanita yang jauh lebih tua sepuluh tahun darinya.
Wanita itu adalah Margaretha Begemann atau Margot Begemann (1841-1907), tetangga rumahnya. Meskipun mereka saling mencintai, hubungan mereka berakhir seperti sebelumnya–rencana pernikahan mereka ditentang oleh saudara Begemann.
Masalah lainnya adalah Begemann sering mengalami kegugupan dan perubahan suasana hati. Saat berjalan-jalan di bulan September 1884, ia merasa sangat tertekan oleh gosip yang didengarnya sehingga ia mengalami serangan kecemasan.
Van Gogh menemukan bahwa Begemann telah mencoba bunuh diri dengan menelan racun. Dia memaksanya untuk memuntahkan racun tersebut dan berkonsultasi dengan dokter. Hubungan mereka pun berakhir.
Masih di Nuenen, Van Gogh mencoba kembali menjalin hubungan bersama seorang putri petani, Gordina de Groot.
“Ketika De Groot hamil, semua orang yakin bahwa Van Gogh adalah ayahnya. Dia menyangkalnya, dan kemudian terungkap bahwa dia memang bukan ayah dari bayi itu,” kata Zuzanna.
Pada Desember 1886 hingga Mei 1887, Van Gogh menjalin hubungan dengan Agostina Segatori, pemilik restoran Italia Le Tambourin, di Paris.
“Van Gogh ‘sangat jatuh cinta’ dengan Segatori, tetapi di sisi lain teman wanitanya ini juga menjadi sumber patah hati,” ungkap Zuzanna.
Segatori tampaknya menjadi wanita terakhir yang dicintai Van Gogh. Kematiannya terjadi pada pagi 29 Juli 1890, di dalam kamarnya, di Auberge Ravoux. Van Gogh ditembak di bagian perutnya, entah oleh dirinya sendiri atau orang lain, dan meninggal dua hari kemudian.
Penulis | : | Tri Wahyu Prasetyo |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR