Alasan Pulau Nazino dipilih menjadi lokasi yang strategis adalah karena keberadaanya yang terpencil. Satu-satunya masalah adalah menemukan orang untuk menghuninya.
Orang-orang yang dikirim ke Pulau Nazino adalah campuran dari para penjahat, pengangguran, dan warga sipil tak berdosa yang ditangkap karena tidak memiliki dokumen yang sah, seperti kartu identitas diri.
"Saya tak melakukan apa pun," kata salah satu tahanan kepada Radio Free Europe. "Saya adalah seorang mahasiswa di Moskow. Pada akhir pekan, saya pergi mengunjungi bibi saya yang tinggal di Moskow. Saya sampai di apartemennya dan mengetuk pintu, tetapi sebelum dia membuka pintu, mereka menangkap saya di sana. Saya ditangkap karena tidak membawa paspor."
Pada Mei 1933, kapal pertama yang mengangkut tahanan Soviet tiba di Pulau Nazino. Meskipun sekitar dua lusin orang meninggal selama perjalanan, sekitar 3.000 orang selamat.
Mereka dibuang di pantai pulau tanpa makanan, peralatan, dan tempat berteduh untuk tidur. Meskipun demikian, kapal-kapal terus berdatangan. Dan populasi pulau itu segera membengkak menjadi lebih dari 6.000 orang.
Berdesak-desakan, para tahanan dari berbagai latar belakang segera melakukan tindakan ekstrem untuk bertahan hidup.
Bagaimana Pulau Nazino Menjadi Pulau Kanibal
Tidak butuh waktu lama bagi rasa putus asa untuk berkecamuk di antara para tahanan di Pulau Nazino. Mereka tidak punya apa-apa untuk dimakan.
Atlas Obscura melaporkan bahwa, tanpa tempat berlindung, hampir 300 orang tidak bertahan hidup pada malam pertama yang sangat dingin. Dan tepung, yang diberikan kepada para tahanan oleh penjaga Soviet, hanya memperburuk keadaan.
Tak atau oven atau peralatan untuk mengolah, jadi beberapa di antaranya mencampur tepung tersebut dengan air sungai yang kotor dan mati karena disentri. Yang lain memakannya mentah-mentah–dan mati lemas karena bubuk itu.
"Setiap hari keempat atau kelima, tepung gandum hitam dibawa ke pulau dan dibagikan kepada para pemukim, masing-masing beberapa ratus gram," tulis pejabat Soviet Vasily Velichko dalam sebuah laporan tentang kondisi Pulau Nazino yang dirahasiakan hingga tahun 1994.
Penulis | : | Tri Wahyu Prasetyo |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR