Nationalgeographic.co.id—Orang-orang Mesir kuno terkenal karena penghormatan mereka terhadap benda-benda langit. Namun peran galaksi Bima Sakti dalam kosmologi mereka masih kurang dipahami oleh para ahli Mesir Kuno.
Menurut sebuah analisis baru, galaksi Bima Sakti mungkin memiliki sejumlah fungsi mitologis. Kumpulan bintang yang melintasi langit itu diyakini bertindak sebagai jalan menuju dunia bawah atau akhirat sekaligus memandu burung di sepanjang rute migrasi tahunan avifauna tersebut.
Ditulis oleh ahli astrofisika Or Graur dari University of Portsmouth, studi baru ini menguji gagasan bahwa galaksi Bima Sakti diwakili oleh dewi langit Nut. Dewi langit Nut sering digambarkan sebagai wanita bertabur bintang yang melengkung di atas bumi untuk melindungi bumi dari perairan jurang yang mengancam, yang dikenal sebagai Nun.
Menurut Book of Nut, yang juga dikenal sebagai The Fundamentals of the Course of the Stars, tugas utama wanita langit itu adalah melahirkan matahari setiap pagi, sebelum menelannya di malam hari.
Untuk membantunya mencapai tugas ini, Nut selalu berorientasi dengan bokongnya di timur dan kepalanya di barat. Namun Bima Sakti mengubah posisinya di langit sepanjang tahun, membentang dari timur ke barat pada bulan-bulan musim panas dan utara ke selatan pada musim dingin.
Perbedaan ini menimbulkan keraguan terhadap gagasan bahwa Nut mewakili galaksi. Namun, setelah berkonsultasi dengan banyak papirus penguburan yang ditemukan di makam Mesir Kuno, Graur mengidentifikasi beberapa penggambaran Nut dengan tangan terentang 45 derajat ke tubuhnya.
Pose seperti itu memungkinkan dewi langit untuk menutupi berbagai kesejajaran Bima Sakti seiring berjalannya waktu, sehingga menunjukkan bahwa dia mungkin saja merupakan perwujudan galaksi Bima Sakti.
Misalnya, Graur menjelaskan bahwa “di musim dingin, Bima Sakti menggambarkan lengan Nut, sedangkan di musim panas, Bima Sakti menggambarkan batang tubuh (atau tulang punggungnya).”
Untuk mencari kepastian lebih lanjut mengenai keterkaitan Nut dengan Bima Sakti, para peneliti dalam studi ini mencari kesamaan antara perannya dalam mitologi Mesir Kuno dan representasi dewa bintang lainnya dalam budaya di seluruh dunia.
Misalnya, menurut salah satu Teks Peti Mati Mesir, Nut digambarkan sebagai “tangga” yang dengan melaluinya jiwa orang mati dapat naik ke alam baka. Hal ini juga mencerminkan peran Bima Sakti dalam mitologi penduduk asli Amerika.
“Banyak penduduk asli Amerika di seluruh Amerika Utara memandang Bima Sakti sebagai jalan yang dilalui roh orang mati menuju akhirat,” tulis Graur.
“Nama Lakota untuk Bima Sakti adalah Wanáǧi Thacháŋku, Jalan Roh, yang diikuti oleh suku Lakota ke surga ketika mereka meninggal.”
Graur juga menjelaskan bahwa “Orang Maya Yucatec yang mati melakukan perjalanan di sepanjang Bima Sakti pada malam hari,” dengan pita gelap Great Rift Bima Sakti dibayangkan sebagai jalan raya yang mengarah langsung ke dunia bawah.
Bagian lain dari Kitab Nut menggambarkan bagaimana burung muncul dari ujung utara dewi itu setiap musim dingin saat mereka bermigrasi ke selatan dari Eropa ke Afrika. Secara terpisah, hal ini tidak banyak membuktikan bahwa Nut mewakili Bima Sakti, meskipun hubungan tersebut menjadi lebih jelas ketika kita mempertimbangkan hubungan antara kumpulan bintang itu dan migrasi burung dalam budaya masyarakat pribumi lainnya.
“Hubungan ini masih ada sampai sekarang dalam nama yang diberikan kepada galaksi itu oleh Finlandia, Estonia, dan beberapa negara Baltik: ‘Jalur Burung’ (misalnya, Linnunrata dalam bahasa Finlandia atau Paukščių Takas dalam bahasa Lituania),” tulis Graur dalam makalah studinya yang telah terbit di Journal of Astronomical History and Heritage.
Secara keseluruhan, temuan Graur menyoroti misteri Nut dan hubungannya dengan Bima Sakti. Studi ini menunjukkan bahwa berbagai bagian tubuh dewi Mesir kuno itu mampu mewakili bintang-bintang tersebut pada waktu yang berbeda sepanjang tahun.
Graur menjelaskan, “Penelitian saya juga menunjukkan bahwa peran Nut dalam transisi orang yang meninggal ke alam baka dan hubungannya dengan migrasi burung tahunan konsisten dengan cara budaya-budaya lain mengartika Bima Sakti."
Penulis | : | Utomo Priyambodo |
Editor | : | Utomo Priyambodo |
KOMENTAR