“Nama Lakota untuk Bima Sakti adalah Wanáǧi Thacháŋku, Jalan Roh, yang diikuti oleh suku Lakota ke surga ketika mereka meninggal.”
Graur juga menjelaskan bahwa “Orang Maya Yucatec yang mati melakukan perjalanan di sepanjang Bima Sakti pada malam hari,” dengan pita gelap Great Rift Bima Sakti dibayangkan sebagai jalan raya yang mengarah langsung ke dunia bawah.
Bagian lain dari Kitab Nut menggambarkan bagaimana burung muncul dari ujung utara dewi itu setiap musim dingin saat mereka bermigrasi ke selatan dari Eropa ke Afrika. Secara terpisah, hal ini tidak banyak membuktikan bahwa Nut mewakili Bima Sakti, meskipun hubungan tersebut menjadi lebih jelas ketika kita mempertimbangkan hubungan antara kumpulan bintang itu dan migrasi burung dalam budaya masyarakat pribumi lainnya.
“Hubungan ini masih ada sampai sekarang dalam nama yang diberikan kepada galaksi itu oleh Finlandia, Estonia, dan beberapa negara Baltik: ‘Jalur Burung’ (misalnya, Linnunrata dalam bahasa Finlandia atau Paukščių Takas dalam bahasa Lituania),” tulis Graur dalam makalah studinya yang telah terbit di Journal of Astronomical History and Heritage.
Secara keseluruhan, temuan Graur menyoroti misteri Nut dan hubungannya dengan Bima Sakti. Studi ini menunjukkan bahwa berbagai bagian tubuh dewi Mesir kuno itu mampu mewakili bintang-bintang tersebut pada waktu yang berbeda sepanjang tahun.
Graur menjelaskan, “Penelitian saya juga menunjukkan bahwa peran Nut dalam transisi orang yang meninggal ke alam baka dan hubungannya dengan migrasi burung tahunan konsisten dengan cara budaya-budaya lain mengartika Bima Sakti."
Penulis | : | Utomo Priyambodo |
Editor | : | Utomo Priyambodo |
KOMENTAR