Cheng Ho menerima pelatihan sastra dan militer. Dia kemudian menaiki tangga militer dengan mudah, dan dalam prosesnya ia menjadi sekutu penting di istana.
Ketika sang kaisar membutuhkan seorang duta besar yang dapat dipercaya dan memahami Islam dan cara-cara di selatan untuk memimpin armadanya yang luar biasa ke "Samudra-Samudra Barat", ia tentu saja memilih kasim istana yang berbakat. Kasim itu adalah Ma He, yang kemudian sang kaisar beri nama Zheng dan kemudian dikenal juga sebagai Laksamana Cheng Ho.
Mempersiapkan Armada Harta Karun
Tiongkok telah memperluas kekuatannya ke laut selama 300 tahun. Untuk memenuhi permintaan Tiongkok yang terus meningkat akan rempah-rempah khusus, jamu, dan bahan mentah, para pedagang Tiongkok bekerja sama dengan pedagang muslim dan India untuk mengembangkan jaringan perdagangan yang kaya yang menjangkau pulau-pulau di Asia Tenggara hingga ke pinggiran Samudra Hindia.
Ginseng, barang-barang pernis, seladon, emas dan perak, kuda dan lembu dari Korea dan Jepang masuk ke pelabuhan-pelabuhan di Tiongkok bagian timur. Ke pelabuhan-pelabuhan di Tiongkok selatan datang kayu keras dan produk pohon lainnya, gading, cula badak, bulu burung pekakak yang cemerlang, jahe, belerang dan timah dari Vietnam dan Siam di daratan Asia Tenggara; cengkeh, pala, kain batik, mutiara, damar pohon, dan bulu burung dari Sumatra, Jawa, dan Maluku di kepulauan Asia Tenggara.
Armada kapal harta karun Dinasti Ming juga membawa kapulaga, kayu manis, jahe, kunyit, dan terutama lada dari Kalikut di pantai barat daya India, batu permata dari Ceylon (Sri Lanka), serta wol, karpet, dan batu berharga lainnya dari pelabuhan sampai Hormuz di Teluk Persia dan Aden di Laut Merah. Produk pertanian dari Afrika utara dan timur juga sampai ke Tiongkok, meskipun hanya sedikit yang diketahui mengenai wilayah tersebut.
Sejak awal Dinasti Ming, Tiongkok sejatinya telah mencapai puncak teknologi angkatan laut yang tak tertandingi di dunia. Meskipun menggunakan banyak teknologi penemuan Tiongkok, pembuat kapal Tiongkok juga menggabungkan teknologi yang mereka pinjam dan adaptasi dari para pelaut di laut Tiongkok Selatan dan Samudra Hindia.
Selama berabad-abad, Tiongkok merupakan kekuatan maritim terkemuka di kawasan ini, dengan kemajuan dalam navigasi, arsitektur angkatan laut, dan tenaga penggerak. Sejak abad kesembilan, orang Tiongkok membawa kompas magnetis mereka ke kapal untuk digunakan bernavigasi (dua abad sebelum Eropa).
Selain menggunakan kompas, orang Tiongkok dapat bernavigasi berdasarkan bintang ketika langit cerah, menggunakan buku manual tercetak dengan peta bintang dan arah kompas yang telah tersedia sejak abad ketiga belas. Peta bintang telah dibuat setidaknya sejak abad kesebelas, yang mencerminkan kepedulian Tiongkok terhadap peristiwa-peristiwa surgawi (yang tidak tertandingi hingga masa Renaisans di Eropa).
Kemajuan penting dalam pembuatan kapal yang digunakan sejak abad kedua di Tiongkok adalah pembangunan lambung ganda yang dibagi menjadi kompartemen kedap air terpisah. Hal ini menyelamatkan kapal dari tenggelam jika ditabrak, dan juga menawarkan metode pengangkutan air untuk penumpang dan hewan, serta tangki untuk menjaga kesegaran ikan.
Baca Juga: Cheng Ho, Laksamana Muslim Kekaisaran Tiongkok yang Berlayar ke Mekkah
Source | : | Columbia University Asia for Educators |
Penulis | : | Utomo Priyambodo |
Editor | : | Ade S |
KOMENTAR