Rata-rata ini hanya memberikan gambaran sekilas tentang tren yang menjadi lebih nyata setelahnya. Ketika Dinasti Ming hampir berakhir, pengumpulan pajak menjadi semakin penting. Khususnya dalam bentuk upeti gandum yang harus dikirim oleh provinsi ke Beijing. Dihadapkan pada kondisi kehidupan yang semakin memburuk, provinsi-provinsi tersebut meminta keringanan pajak. Alih-alih dikabulkan, mereka malah dihadapkan dengan sikap pemerintah pusat yang semakin tidak fleksibel.
Pemberontakan dipicu oleh keluhan
Lalu muncullah pemberontakan-pemberontakan lokal yang semakin terstruktur dan masif melawan tentara Dinasti Ming. Pemberontakan semacam itu dikesampingkan oleh doktrin Komunis Tiongkok. Mereka hanya menganggapnya sebagai konflik yang melibatkan petani kelaparan melawan pemilik tanah.
Faktanya, hal ini dipicu oleh berbagai keluhan, termasuk terhadap rezim. Di antara para pejuang tersebut terdapat tentara yang marah karena didemobilisasi. Selain itu, ada juga pekerja pos yang kehilangan pekerjaan setelah keputusan Kaisar Chongzhen untuk memotong dana layanan ini. Atau orang-orang yang menderita karena ketidakmampuan pemerintah untuk membantu saat terjadi bencana alam.
Pasukan pemberontak memohon kepada banyak orang yang merasa jengkel dengan kelalaian penguasa. Dan mereka akhirnya mencapai jumlah yang cukup untuk menjatuhkan Dinasti Ming.
Salah satu dari pasukan tersebut berhasil merebut Beijing dan mengakhiri kekuasaan Dinasti Ming pada tahun 1644. Pemimpinnya, Li Zicheng, pernah menjadi pekerja pos selama beberapa waktu. Dia menganjurkan doktrin egaliter dan berjanji untuk mendistribusikan tanah secara merata kepada semua orang. Li Zhicheng pun berjanji akan menghapuskan pajak atas produksi pertanian.
Mendapatkan kemenangan di Beijing, Li Zicheng menyatakan dirinya sebagai kaisar. Ia kemudian mendirikan Dinasti Shun yang berumur pendek yang akan segera digulingkan oleh dinasti selanjutnya.
Ledakan suatu sistem
Apakah perubahan iklim menjadi penyebab kehancuran Dinasti Ming di Kekaisaran Tiongkok? Teori ini memang meyakinkan, namun ada beberapa pendapat mengenai hal ini. Dalam semua peristiwa yang disebutkan di atas, bencana alam memperburuk tren yang sudah terjadi. Dan krisis fiskal? Tanpa “bantuan” dari bencana alam, sistem politik pun sudah semakin terkikis oleh korupsi.
Dalam sistem politik yang sudah usang ini, kelas pemilik tanah telah menciptakan mekanisme untuk menghindari pajak.
Seperti yang dijelaskan oleh Jose Freches dalam bukunya tentang sejarah Tiongkok, penurunan keuangan Kekaisaran Tiongkok meningkat dengan kecepatan yang mengkhawatirkan. Hal ini terjadi sejak tahun 1580 dan seterusnya. Penurunan ekonomi itu juga disebabkan oleh tunjangan hidup yang sangat besar untuk keluarga kekaisaran selama bertahun-tahun.
Freches menambahkan, “Tulang punggung Kekaisaran Tiongkok tidak cukup untuk menghadapi kekacauan umum. Juga korupsi yang melemahkan kekaisaran dari atas ke bawah.”
Dalam sistem politik yang sudah usang ini, kelas pemilik tanah telah menciptakan mekanisme untuk menghindari pajak. “Sejumlah besar orang sederhana bahkan mencari perlindungan kepada orang kaya untuk menghindari pembayaran pajak. Caranya adalah dengan menjual tanah mereka secara fiktif,” kata Pierre-Etienne Will. Penghindaran pajak berkembang pesat akibat rusaknya aparatur Kekaisaran Tiongkok. Hal itu dapat ditambahkan ke dalam daftar faktor-faktor yang menyebabkan kehancuran Dinasti Ming di Kekaisaran Tiongkok.
Serangan Manchu mengakhiri kejayaan Dinasti Ming
Peningkatan pengeluaran militer juga disebabkan oleh tekanan yang diberikan oleh suku Manchu, kaum barbar dari utara. Kelak, suku Manchu juga mengalahkan Li Zicheng pada tahun 1645. Suku itu itu memerintah Kekaisaran Tiongkok dengan nama “Qing”. Dinasti Ming menjadi dinasti terakhir di Kekaisaran Tiongkok. Dinasti Ming akhirnya pun berakhir pada tahun 1911 dan republik pun terbentuk.
Ketika Dinasti Ming tenggelam dalam krisis internal, Manchu berhasil bersatu dan membentuk proyek kekaisaran yang ambisius. Secara bersamaan, Ming harus melawan pasukan internal dan memukul mundur serangan para pejuang yang membelot.
Bencana alam yang dihadapi Kekaisaran Tiongkok selama dekade terakhir Dinasti Ming mempercepat “tenggelamnya kapal yang sudah kemasukan air.” Mandat Surgawi pada akhirnya tampaknya diambil alih dari Kaisar Chongzhen. Hal itu disebabkan oleh kekaisaran yang dipimpinnya terlalu dilumpuhkan oleh pertikaian internal klan dan korupsi para elite.
Pada akhirnya, Kaisar Chongzhen dari Dinasti Ming tidak mampu menemukan cara untuk melawan bencana yang menimpa Kekaisaran Tiongkok.
Penulis | : | Sysilia Tanhati |
Editor | : | Ade S |
KOMENTAR