Nationalgeographic.co.id—Di lembah subur yang terbentang di antara sungai Tigris dan Eufrat, berdirilah salah satu peradaban tertua di dunia, Sumeria. Dalam bahasa mereka, Sumer berarti "tanah para raja".
Sebagai salah satu peradaban tertua, Sumeria meninggalkan warisan yang abadi, yang hingga kini masih mempengaruhi budaya dan ilmu pengetahuan manusia.
Namun, di balik kejayaan mereka, bangsa Sumeria menyimpan rahasia yang lebih dalam, terjalin dalam mitos dan keyakinan mereka tentang para dewa yang dikenal sebagai Anunnaki.
Selama berabad-abad, kisah tentang Anunnaki dan bangsa Sumeria terus bergema, menyeberangi batas waktu.
Dari mitos dan keyakinan hingga teori konspirasi modern, Anunnaki tetap menjadi subjek yang menarik dan membingungkan bagi para peneliti sejarah dan penggemar teori konspirasi.
Anunnaki: Dewa Mitologi Sumeria
Anunnaki merupakan dewa-dewa yang disembah oleh bangsa Sumeria di Mesopotamia kuno. Mereka sering disebut dalam mitologi dan teks-teks Sumeria, Akkadia, Assyria, dan Babilonia.
Makna tepat dari istilah ini (“keturunan pangeran” dalam bahasa Sumeria) masih belum jelas. Hal ini dikarenakan jumlah dewa-dewa, nama-nama mereka, dan fungsi mereka bervariasi menurut teks-teks sejarah terbatas yang telah ditemukan oleh para ahli.
Di antara dewa-dewa yang disebutkan dalam beberapa teks sebagai anggota Anunnaki adalah Enlil, Ea (Enki), Ninhursag, Sin (Nanna), Shamash (Utu), dan Ishtar (Inanna).
Menurut L. Sue Baugh, dalam tulisanya di Britannica, Anunnaki memiliki beberapa fungsi dalam mitologi Mesopotamia.
“Mitos Sumeria Enki dan Tatanan Dunia menunjukkan bahwa salah satu fungsi utama mereka dalam mitologi awal adalah untuk menentukan nasib manusia,” kata Baugh.
Mereka awalnya dikaitkan dengan langit, tetapi seiring waktu, “teks-teks sastra dan dokumen administartif mencerminkan peningkatan peran Anunnaki dalam urusan duniawi.”
Namun, teks-teks lain tampaknya menempatkan Anunnaki sebagai dewa-dewa dunia bawah. Hal ini terjadi dalam Epos Gilgamesh, di mana Anunnaki digambarkan sebagai hakim orang mati.
Source | : | Britanica,The New York Time,Greek Reporter |
Penulis | : | Tri Wahyu Prasetyo |
Editor | : | Afkar Aristoteles Mukhaer |
KOMENTAR