Nationalgeographic.co.id - Suatu daerah tujuan wisata yang memiliki keindahan alam dan sejarah menarik membuat wisatawan ingin datang berkunjung. Sebagian besar daerah tujuan wisata tidak membuat aturan terkait gender yang boleh berkunjung.
Namun ada beberapa tempat di dunia yang terlarang bagi wanita, salah satunya adalah Gunung Athos di Yunani.
Dari kepercayaan agama kuno hingga pembatasan moralitas era Nazi, berikut lima tempat yang dilarang dikunjungi para wanita.
Gunung Omine, Jepang
Gunung Omine terletak di pulau Honshu dan terkenal dengan makna sakral dan warisan budayanya.
Ditetapkan sebagai situs Warisan Dunia UNESCO, gunung ini penting karena peran spiritualnya. Kuil Shinto dan Buddha di kawasan ini telah lama menarik perhatian para pertapa, pelancong, dan bahkan keluarga kekaisaran. Menapaki jalur pegunungan yang terjal dan hijau, Anda akan disuguhi pemandangan pegunungan unik yang damai.
Sayangnya, para wanita dilarang berkunjung ke Gunung Omine selama lebih dari 1.000 tahun. “Aturan itu dibuat untuk menghindari “gangguan” yang konon akan mereka berikan kepada peziarah pria,” tulis Erin Blakemore di laman National Geographic. Selain itu, ada larangan kehadiran wanita yang sedang menstruasi saat ritual.
Larangan tersebut mungkin sudah lama berlaku, namun masih ditentang oleh beberapa pihak. Lebih dari 10.000 wanita Jepang mengajukan petisi agar larangan tersebut dicabut. Terutama saat Gunung Omine ditetapkan sebagai situs warisan UNESCO pada tahun 2004.
Taman Nasional Band-e-Amir, Afghanistan
Dikenal sebagai Grand Canyon versi Afghanistan, Band-e-Amir di Provinsi Bamiyan adalah taman nasional pertama di Afghanistan. Band-e-Amir terkenal dengan danau spektakuler, tebing menjulang tinggi, dan bendungan alami.
Baca Juga: Indonesia Heritage Agency dan Kemolekan Benteng Vredeburg Yogyakarta
Taman nasional ini, dibuka pada tahun 2009, pernah dipuji sebagai simbol kemajuan Afghanistan pasca perang. Pemerintah bahkan mempekerjakan penjaga taman wanita pertama di negara tersebut.
Namun pada tahun 2023, pemerintah Afghanistan yang dipimpin Taliban mengumumkan bahwa taman nasional tersebut terlarang bagi pengunjung wanita. Menurut mereka, mengizinkan wanita untuk berkunjung merupakan pelanggaran “kesopanan”. Pejuang Taliban juga ditempatkan di pintu masuk taman untuk melarang para wanita memasuki taman nasional.
Langkah ini hanyalah salah satu dari banyak langkah yang dirancang untuk menjauhkan perempuan dari kehidupan publik di Afghanistan
Penduduk Band-e-Amir melaporkan bahwa pariwisata telah berkurang sejak larangan tersebut berlaku. Untuk saat ini, satu-satunya perempuan yang bisa menikmatinya adalah mereka yang sudah tinggal di kawasan indah tersebut.
Pulau Okinoshima, Jepang
Situs warisan suci lainnya di Jepang yang juga melarang perempuan: Pulau Okinoshima, sebuah pulau kecil di lepas pantai Fukuoka. Pulau ini. Pulau ini diawaki oleh sekelompok pendeta Shinto yang bergilir, dianggap sebagai dewa. Juga diakui oleh UNESCO sebagai contoh luar biasa dari tradisi pemujaan terhadap pulau suci.
Asal-usul tradisionalnya sebenarnya berpusat pada tiga dewi laut yang diabadikan di tiga kuil di Okinoshima. Selama lebih dari seribu tahun para peziarah melakukan pengorbanan ke pulau tersebut, termasuk cermin, dan koin. Juga cincin emas dari Semenanjung Korea yang mengenang pertukaran masa lalu antara Jepang dan Korea.
Pulau ini sebagian besar terlarang bagi kedua jenis kelamin saat ini. Namun setiap tahun ratusan pria mengunjungi pulau itu untuk menghadiri festival. Meski begitu, mereka hanya diperbolehkan menginjakkan kaki di pantainya setelah mandi air laut.
Namun mengapa perempuan tidak boleh ikut serta? Pada tahun 2017, seorang pejabat menjelaskan bahwa perjalanan singkat ke pulau tersebut dianggap terlalu berbahaya bagi wanita. Maka, wanita dilarang berkunjung demi keselamatan mereka sendiri.
Herbertstrasse, Hamburg, Jerman
Bahkan Eropa yang liberal pun punya daerah yang tidak mengizinkan turis wanita. Daerah itu adalah Herbertstrasse yang terkenal kejam di Hamburg. Jalan ini terletak di dekat Reeperbahn, kawasan kota yang dianggap sebagai salah satu distrik lampu merah paling terkenal di dunia. Secara teknis, Herbertstrasse adalah jalan kecil yang terkenal dengan lampu neon dan jendela yang menampilkan ratusan pekerja seks berpakaian minim (dan legal).
Baca Juga: Pernah Jadi Tempat Ziarah, Mengapa Makam Aleksander Agung Menghilang?
Herbertstrasse adalah jalan umum dan tunduk pada undang-undang kesetaraan gender yang ketat di Jerman. Namun pengunjung Herbertstrasse harus terlebih dahulu melewati penghalang logam besar. Penghalang diberi tanda yang secara eksplisit melarang semua wisatawan wanita dan pria di bawah 18 tahun untuk masuk.
Selain itu, area ini juga memiliki sejarah yang mengerikan. Meskipun wanita telah lama melakukan praktik prostitusi di Hamburg dan Herbertstrasse, jalan terkenal tersebut dulunya terbuka untuk semua orang. Hal ini berubah pada tahun 1933, ketika Nazi menutup jalan dengan pembatas sebagai bagian dari upaya untuk mengendalikan pekerja seks dan kejahatan.
Penahanan pekerja seks di Hamburg dimaksudkan untuk mencegah mereka “menulari” moral masyarakat Jerman. Selain itu, juga mengisolasi mereka dari masyarakat. Penahanan tersebut melindungi profesi mereka, sekaligus menjadi pemicu penganiayaan terhadap pekerja seks.
Mulai tahun 1933, Nazi menangkap lebih dari 3.000 wanita di Hamburg karena dianggap “asosial” sebagai hukuman atas prostitusi. Banyak di antara mereka yang tewas bersama para pekerja seks dari kota-kota lain di Jerman di kamp konsentrasi. Kisah mereka hilang ditelan waktu.
Namun gerbang tersebut—dan larangan terhadap pengunjung wanita—masih berlaku lama setelah Nazi lenyap. Pada tahun 1970-an Hamburg membentengi gerbangnya, memasang penghalang baja yang lebih tinggi untuk menghalangi pandangan area publik.
Saat ini, jalan-jalan di sekitarnya menampilkan stolpersteine. Plakat peringatan yang berupa batu-batuan itu memuat nama beberapa pekerja seks yang dianiaya dan mengenang kematian mereka di kamp-kamp Nazi.
Source | : | National Geographic |
Penulis | : | Sysilia Tanhati |
Editor | : | Ade S |
KOMENTAR