Nationalgeographic.co.id - Jika Cleopatra dikisahkan mandi dengan susu keledai yang asam, Ratu Mary dari Skotlandia dikisahkan kerap mandi dengan anggur putih. Tujuannya adalah untuk mendapatkan kulit yang sehat dan mulus.
Sebagai seorang Katolik yang taat, Mary terperangkap dalam permusuhan dengan sepupunya, Elizabeth I dari Inggris. Permusuhan itu pun berakhir dengan eksekusi tragis Ratu Mary dari Skotlandia.
Ratu muda yang dikirim ke Prancis
“Lahir pada tahun 1542 dari pasangan James V dari Skotlandia, Mary menjadi Ratu Skotlandia pada usia 6 hari,” tulis Cecilia Bogaard di laman Ancient Origins. Mary segera dikirim ke Prancis agar ia tetap aman dari Raja Henry VIII.
Sang raja secara obsesif memaksakan kebijakannya agar Mary menikah dengan putranya. Pernikahan keduanya dapat menyatukan Inggris dan Skotlandia untuk selamanya.
Mary tumbuh di taman kanak-kanak Kerajaan Prancis. Oleh Raja Prancis Henry II, ia dianggap sebagai putrinya sendiri.
Ratu muda Skotlandia ini dididik dalam kemewahan. Dijuluki la plus parfait atau yang paling sempurna”, Mary naik takhta Prancis setelah pernikahannya dengan Francis II. Sayangnya, masa pemerintahan Francis II sangat singkat dan berakhir secara tak terduga ketika ia meninggal pada tahun 1560.
Setelah bertahun-tahun di Prancis, Mary yang telah berusia 18 tahun itu kembali ke Skotlandia. “Muda, tinggi, anggun, dan bergairah,” menurut History Today. Kehidupan di Edinburgh jauh dari gaya hidup canggih yang dialami di Prancis.
Perseteruan panjang dengan Ratu Inggris
Ratu Mary dari Skotlandia dikenang karena perseteruan bersejarahnya dengan sepupu dan saingannya. Elizabeth I yang Protestan menjadi ratu Inggris pada tahun 1558. Pada tahun yang sama, Mary diangkat menjadi permaisuri Prancis.
Mary adalah ancaman langsung, pewaris takhta Inggris kedua dan dipandang oleh umat Katolik sebagai pewaris sah. Sedangkan Elizabeth adalah anak haram Henry VIII yang ibunya, Anne Boleyn, dieksekusi dan pernikahan mereka dibatalkan.
Baca Juga: Eksekusi Sadis Mewarnai Akhir Hidup Ratu Mary dari Skotlandia
Meski memiliki hubungan kekerabatan, keduanya sangat bertolak belakang. Selama 45 tahun pemerintahannya, Elizabeth memupuk citra seorang ratu yang kuat dan penolakannya untuk menikah membuatnya mendapat julukan “Ratu Perawan”. Di tahun-tahun berikutnya dia dikatakan telah mengaplikasikan riasan putih tebal untuk menutupi bekas luka akibat cacar.
Ramping, atletis, tinggi, dengan rambut panjang berwarna pirang dan kulit pucat, Mary memiliki kecantikan yang tak terbantahkan. Ia menikah untuk kedua kalinya, tetapi lagi-lagi ia harus berpisah dengan sang suami.
Pada tahun-tahun pertama pemerintahannya, Mary berhasil dengan baik, dengan bantuan saudara tirinya James, Earl of Moray. Kebijakan toleransi beragamanya juga membantu Mary berhasil dalam pemerintahan.
Tidak semua warga Skotlandia menolak menyaksikan seorang ratu muda yang cantik menciptakan kehidupan istana yang anggun dan menikmati kemajuannya di seluruh negeri.
Ratu Mary dari Skotlandia kerap mandi dengan menggunakan anggur putih
History Today mengungkapkan bahwa Mary memiliki pemandian tambahan yang dibangun di Istana Holyrood, kediamannya di Edinburgh. Di pemandian itu, sang ratu sangat menikmati mandi dengan anggur putih. Beberapa sumber menyatakan bahwa mandi anggur bermanfaat untuk menghilangkan rasa sakit.
Dengan vinotheraphy, termasuk pijat anggur, perawatan wajah, dan mandi yang masih populer saat ini, kegemaran Ratu Mary seharusnya tidak mengejutkan. The Conversation menyoroti resep abad ke-16 yang disebut A far bella faccia (artinya “membuat wajah cantik”) untuk membuat kosmetik dengan merebus bunga rosemary dalam anggur putih.
The Beautiful Chemistry Project telah mempelajari pengaruhnya terhadap kualitas kulit. Proyek tersebut menemukan bahwa proses tersebut melepaskan minyak esensial dan bahan kimia.
Anggur putih juga memiliki efek antibakteri, pengikat kelembapan, perangsang pertumbuhan kolagen, anti-inflamasi, anti-oksidan, mencerahkan dan menenangkan.
Awal kejatuhan Ratu Mary dari Skotlandia
Pernikahan kedua Mary terjadi pada bulan Juli 1565 dengan sepupunya Henry Stewart (Stuart), Earl of Darnley. Alih-alih membawa kebahagiaan, pernikahan itu menjadi awal dari rangkaian peristiwa fatal yang berpuncak pada kehancurannya.
Mary menikahi Darnley yang tampan secara sembarangan karena cinta. Pernikahan tersebut adalah pilihan yang membawa malapetaka.
Dengan pernikahannya, Mary menentang semua elemen yang berkepentingan dengan struktur kekuasaan Skotlandia. Elizabeth, yang tidak menyetujui Mary menikahi keturunan Tudor lainnya. Dan saudara tirinya James, yang iri dengan naiknya keluarga Lennox ke tampuk kekuasaan, segera memberontak.
Karakter Darnley juga tidak sesuai dengan penampilannya—dia lemah, kejam, tetapi ambisius. Suaminya melakukan eksekusi kejam terhadap sekretaris dan orang kepercayaannya, David Riccio (Rizzio), di depan matanya sendiri. Hal ini meyakinkan Mary bahwa suaminya telah mengincar nyawanya sendiri.
Kelahiran putra mereka, James, pada bulan Juni tidak memberikan dampak apa pun untuk mendamaikan pasangan tersebut. Mary, yang kini sudah memiliki ahli waris yang ia dambakan, mencari cara untuk meringankan situasi yang tidak dapat ditoleransi.
Delapan bulan berikutnya merupakan periode paling rumit dan kontroversial dalam kehidupan Mary. Menurut para pengkritik Mary, pada periode inilah dia memiliki hubungan asmara dengan James Hepburn, earl ke-4 dari Bothwell.
Keduanya merencanakan bersama kematian Darnley dan pernikahan mereka berikutnya. Namun, tidak ada bukti kontemporer mengenai hubungan cinta ini.
Mary tentu saja mempertimbangkan untuk bercerai dengan Darnley, setelah Darnley menderita penyakit serius pada bulan Oktober 1566. Penyakit tersebut menyebabkan kesehatan Darnley memburuk dan semangatnya rendah.
Pada malam tanggal 9 Februari 1567, kediaman Darnley diledakkan. Darnley sendiri dicekik ketika mencoba melarikan diri.
Banyak teori telah dikemukakan untuk menjelaskan laporan kejahatan yang saling bertentangan. Termasuk kemungkinan bahwa Darnley, yang berencana mencelakakan Mary, terjebak dalam perangkapnya sendiri. Namun para bangsawan yang membenci Darnley kemungkinan adalah pelakunya.
Setelah tiga bulan, dia membiarkan dirinya dinikahkan dengan Bothwell, tersangka utama, setelah dia menculik dan memerkosanya. Perilaku Mary dapat dianggap berasal dari keputusasaannya yang semakin meningkat.
Diperburuk oleh kesehatan yang buruk, Mary tidak mampu menangani urusan-urusan Skotlandia yang penuh gejolak tanpa lengan yang kuat untuk mendukungnya. Namun kenyataannya, peran baru Bothwell tidak dapat diterima oleh bangsawan Skotlandia.
Mary dan Bothwell berpisah selamanya di Carberry Hill pada tanggal 15 Juni 1567. Bothwell diasingkan dan dipenjarakan di mana dia meninggal pada tahun 1578.
Adapun Mary dipenjara di pulau kecil Loch Leven. Ia secara resmi digulingkan demi anak laki-lakinya.
Setelah melepaskan diri sebentar pada tahun berikutnya, kekalahan para pendukungnya dalam pertempuran di Langside membuatnya kembali melarikan diri. Secara impulsif, Mary mencari perlindungan di Inggris. Namun Elizabeth, dengan segala kelicikan politik, menggunakan serangkaian alasan yang berhubungan dengan pembunuhan Darnley untuk menahan Mary.
“Mary yang malang dipenjara selama 18 tahun berikutnya dalam hidupnya,” tulis Antonia Fraser di laman Britannica. Sementara itu, saudara laki-laki Mary, Moray, diangkat menjadi wakil penguasa Skotlandia.
Eksekusi Mary, Ratu Skotlandia
Penawanan Mary berlangsung lama dan melelahkan. Kesehatannya menurun karena kurangnya latihan fisik. Kecantikannya pun memudar. Tentu saja, dia memusatkan energinya pada upaya pembebasannya.
Mary sebagai seorang Katolik menjadi fokus alami dari harapan umat Katolik Inggris yang ingin menggantikan ratu Protestan Elizabeth di atas takhta. Penemuan rencana pembunuhan Elizabeth pada tahun 1586 inilah yang akhirnya membuat Elizabeth membuat keputusan. Baginya, posisinya akan selalu terancam bila Mary tetap hidup.
Terlepas dari kenyataan bahwa dia adalah ratu berdaulat di negara lain, Mary diadili oleh pengadilan Inggris dan dihukum. Putranya, James, yang belum pernah bertemu ibunya sejak bayi dan sekarang ingin menjadi penerus takhta Inggris, tidak mengajukan keberatan.
Mary dieksekusi pada tahun 1587 di aula besar di Kastil Fotheringhay, dekat Peterborough. Ia dieksekusi saat berusia 44 tahun.
Jenazahnya akhirnya dimakamkan di Westminster Abbey. Sebuah monumen megah untuk Mary dibangun oleh James I setelah dia akhirnya naik takhta Inggris.
Sosok Mary menimbulkan kontroversi besar dalam hidupnya. Bahkan sepupunya, Ratu Elizabeth, dengan tepat menjulukinya sebagai “putri perdebatan.”
Kisah dramatis Mary terus memicu perdebatan di kalangan sejarawan. Sementara ketertarikan publik terhadap femme fatale abad ke-16 ini masih terus berlanjut hingga kini.
Source | : | Ancient Origins,Britanicca |
Penulis | : | Sysilia Tanhati |
Editor | : | Utomo Priyambodo |
KOMENTAR