Menjelang pertengahan abad ke-20, virus polio telah menyebar bagai api ke seluruh penjuru dunia. Jutaan orang terpapar, dan lebih dari setengah juta orang meninggal atau lumpuh setiap tahunnya.
Ketiadaan obat dan wabah yang terus meningkat memicu kepanikan dan rasa putus asa. Di tengah situasi genting ini, kebutuhan akan vaksin menjadi bagaikan harapan untuk menyelamatkan umat manusia dari cengkeraman polio.
Secercah harapan di tengah keputusasaan
Di tengah situasi mencekam akibat wabah polio yang tak terkendali, secercah harapan muncul pada tahun 1949.
John Enders, Thomas Weller, dan Frederick Robbins di Rumah Sakit Anak Boston menorehkan sejarah dengan penemuan krusial: mereka berhasil menumbuhkan virus polio dalam jaringan manusia. Kemajuan gemilang ini mengantarkan mereka pada penghargaan Nobel di tahun 1954.
Tak berselang lama, di awal era 1950-an, hadirlah sosok Jonas Salk, seorang dokter dari Amerika Serikat yang membawa kabar gembira. Ia berhasil menciptakan vaksin polio pertama yang menjanjikan.
Salk tak ragu untuk menguji coba vaksin virus yang dilemahkan (killed-virus vaccine) pada dirinya sendiri dan keluarganya di tahun 1953. Setahun kemudian, uji coba skala besar dilakukan pada 1,6 juta anak di berbagai negara.
Pada tanggal 12 April 1955, hasil yang ditunggu-tunggu pun diumumkan. Dunia menyambut antusias terobosan luar biasa ini. Vaksin polio yang tidak aktif (inactivated polio vaccine, IPV) buatan Salk resmi mendapatkan lisensi.
Efektivitasnya terbukti luar biasa. Dalam waktu singkat, jumlah kasus tahunan polio anjlok drastis. Hanya dalam kurun waktu dua tahun, dari 58.000 kasus di tahun 1957, jumlahnya turun menjadi 5.600 kasus. Di tahun 1961, angka tersebut kian menurun drastis, dengan hanya tersisa 161 kasus.
Semangat kemanusiaan Salk tak berhenti di situ. Ia berkomitmen untuk memastikan akses yang adil terhadap vaksin ciptaannya. Ia memahami bahwa kunci pemberantasan polio terletak pada vaksinasi universal dengan biaya rendah atau gratis.
Enam perusahaan farmasi diberi lisensi untuk memproduksi IPV, dan Salk sendiri dengan mulia menolak mengambil keuntungan dari penemuannya.
Baca Juga: Para Ahli Ungkap Upaya Pemberian Vaksin Polio di Afganistan Saat Ini
KOMENTAR