"Papirus tersebut menunjukkan perampokan terjadi saat kerajaan sedang dilanda kekacauan," kata Salima Ikram, seorang Egyptologist di Universitas Amerika di Kairo. Penjarahan makam yang merajalela bertepatan dengan periode kerusuhan, kelaparan, serangan dari luar, dan pergantian kekuasaan yang terus-menerus.
“Pada Dinasti ke-20, saat banyak terjadi perampokan makam kerajaan, raja tidak dapat memenuhi kebutuhan rakyat. Dan itulah sebabnya orang-orang mengambil tindakan sendiri,” kata Ikram.
Namun, perampokan makam tidak terbatas pada saat kerusuhan. Bahkan Tutankhamun, yang memerintah selama Dinasti ke-18, saat peradaban Mesir berada di puncaknya, menjadi korban pencurian.
Di dalam ruang depan makam raja, tim Carter menemukan tas-tas berisi barang jarahan yang terbengkalai. Menurut Dodson, para pencuri itu tampaknya tertangkap basah dan dipaksa meninggalkan barang-barang hasil curiannya.
Perampokan makam adalah salah satu kejahatan terburuk yang dapat dilakukan orang Mesir kuno. Makam dianggap sebagai kendaraan suci yang menyediakan jalan menuju akhirat.
“Masyarakat elite diarahkan menuju kehidupan abadi,” kata Maria Golia, penulis A Short History of Tomb-Raiding: The Epic Hunt for Egypt's Treasures.
Para bangsawan dimumikan dan dikemas dalam makam bersama barang-barang mereka, semuanya adalah barang kebutuhan. Akhirat dipandang sebagai perpanjangan dari kehidupan mereka.
Penghancuran makam, dalam arti tertentu, merupakan bentuk pembunuhan. Fakta ini tercermin dalam kebrutalan hukuman yang terdokumentasi, kata Ikram.
Beberapa terdakwa kriminal dipotong tangannya, sementara yang lain ditusuk. Bahkan ada bentuk eksekusi di mana sebuah pasak ditancapkan ke dalam anus, melubangi tubuh hingga ke dada.
Apa pun hukumannya, makam-makam bangsawan tetap menjadi sasaran pencurian sepanjang sejarah Mesir kuno yang berusia 3.000 tahun. Perampokan bahkan terus terjadi.
Setelah peradaban mengalami kemunduran, pencurian berganti menjadi perburuan harta karun. Penduduk wilayah tersebut tidak lagi menghormati agama Mesir atau takut akan kutukan orang mati, ungkap Dodson. Mencuri dari makam hampir tidak dianggap sebagai kejahatan lagi.
Pada akhir abad ke-19, perampasan kekayaan tersebut merupakan praktik yang disetujui pemerintah. Hal ini terjadi dengan para arkeolog menggali makam atas nama sains.
Barang rampasan yang disimpan di dalam piramida dan dikubur di bawah tanah menghadirkan peluang untuk kejahatan yang tak tertahankan. Terutama karena Kerajaan Mesir kuno yang dulunya hebat akhirnya kehilangan kekuasaan. Apa yang sebelumnya dianggap sakral kini menjadi sarana untuk memberi makan keluarga, kata Golia.
Makam Mesir kuno dibangun dengan mengubur uang, bahkan seluruh rumah tangga, di bawah tanah. Para arsitek membangun makam yang tidak bisa ditembus. Sedangkan para perampok punya banyak waktu untuk mencari cara memasuki makam yang penuh dengan harta.
Source | : | Smithsonian Magazine |
Penulis | : | Sysilia Tanhati |
Editor | : | Ade S |
KOMENTAR