Nationalgeographic.co.id—Kegiatan perekonomian di Cheribon—nama Cirebon di era Hindia Belanda—paling menonjol berlangsung dari pelabuhan. Letak geografinya yang strategis membuat geliat ekonomi Cirebon pada abad ke-19 bermula di sana.
Pelabuhan Cheribon merupakan salah satu pelabuhan di Pulau Jawa yang menduduki fungsi penting dalam kegiatan perdagangan melalui laut. Pelabuhan Cheribon sering didatangi oleh para pedagang, baik pedagang dalam negeri maupun luar negeri.
Dari laut, geliat ekonominya merambah ke darat. Oleh karenanya, di abad ke-19, pembuatan karung dari jerami menjadi masif. Musababnya, sebagai medium pengangkut yang membawa barang ekspor ke pelabuhan, maupun dari laut ke pasar-pasar.
Pasar-pasar, baik yang berada di sekitar pelabuhan maupun yang berada di perdalaman menjadi ramai. Hasil bumi mulai dibawa dari perkebunan ke pasar-pasar, atau diekspor melalui pelabuhan.
Hasil bumi atau "hasil pertanian yang dipasarkan selain padi atau beras adalah kentang, bawang, kacang, dan lain-lain," tulis A. Sobana Hardjasaputra. seorang profesor di bidang Sejarah di Universitas Padjajaran bersama tim.
Tulisan Sobana dkk., ditulis dalam sebuah buku berjudul Cirebon: dalam Lima Zaman (Abad ke-15 hingga Pertengahan Abad ke-20) yang diterbitkan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi Jawa Barat pada 2011 silam.
Hasil perkebunan lainnya yang telah diolah berupa gula aren atau gula merah. Dapat dipastikan gula aren pun termasuk komoditas yang dipasarkan kala itu.
Tercatat pada tahun 1810, Cheribon dan Indramayoe memiliki sekitar 32 pasar dan 104 warung. Kehidupan ekonomi perdagangan bukan hanya berlangsung di daerah pelabuhan atau pesisir, tetapi terjadi pula di daerah pedalaman.
Utamanya ketika pemerintah mengusung kebijakan Cultuurstelsel atau Tanam Paksa yang diterapkan pada tahun 1830. Derak perekonomian di Cheribon kala Tanam Paksa semakin meningkat dari waktu ke waktu.
Tanaman wajib yang ditetapkan pemerintah kolonial dalam pelaksanaan Tanam Paksa adalah tebu, kopi, dan indigo (tarum). Menjadi komoditas yang sangat menguntungkan dan diekspor melalui pelabuhan.
Umumnya, penanaman tanam itu dilakukan di areal pesawahan. Penanamannya dilakukan oleh para sikep (petani). Sawah-sawah milik petani beralih fungsi menjadi perkebunan tanaman tersebut sesuai dengan penetapan prinsip Tanam Paksa.
Baca Juga: Kenapa Dalam Sistem Penjajahannya Belanda Menerapkan Monopoli?
Source | : | Cirebon dalam Lima Zaman (2011) |
Penulis | : | Galih Pranata |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR