Nationalgeographic.co.id—Saat mengunjungi Air Terjun Niagara pada tahun 1848, Abraham Lincoln terkagum-kagum dengan alirannya yang konstan. “Air Terjun Niagara tetap deras dan segar seperti 10.000 tahun yang lalu,” tulisnya. “Selama waktu yang sangat lama itu, tidak pernah berhenti sedetik pun. Tidak pernah kering, tidak pernah membeku, tidak pernah tidur, tidak pernah beristirahat.”
Lincoln tidak pernah membayangkan bahwa lebih dari seabad kemudian, Air Terjun Amerika yang deras dan bergemuruh berhenti. Air Terjun Amerika merupakan salah satu dari tiga air terjun yang membentuk Air Terjun Niagara. Dua lainnya adalah Air Terjun Horseshoe dan Air Terjun Bridal Veils.
Selama 5 bulan, Air Terjun Amerika tampak gersang, seperti tebing kering setinggi 30 meter.
“Pengurasan” Air Terjun Niagara menarik 100.000 penonton yang penasaran pada minggu pertamanya. Mengapa air terjun ikonik itu “dikeringkan”?
Upaya pelestarian dan pemanfaatan Air Terjun Niagara
“Air Terjun Niagara sama-sama direkayasa dan alami,” kata Daniel Macfarlane, sejarawan lingkungan dan penulis Fixing Niagara Falls. Pembangkit listrik tenaga air mulai memanfaatkan kekuatan air terjun yang luar biasa pada akhir abad ke-19. Sejak itu, terjadi ketegangan konstan antara produksi energi dan pelestarian kemegahan alami air terjun.
“Terlalu banyak air yang mengalir ke stasiun pembangkit listrik tenaga air bisa berdampak negatif pada daya tarik estetika air terjun. Akan ada aliran batu alih-alih tirai air yang kokoh,” jelas Macfarlane.
Perjanjian Pengalihan Sungai Niagara tahun 1950 ditandatangani oleh Amerika Serikat dan Kanada dan masih berlaku hingga saat ini. Setengah dari aliran Sungai Niagara (61.000 meter kubik/detik) harus terjun bebas di tepi jurang selama masa puncak wisatawan. Puncak wisatawan berlangsung dari 1 April hingga 15 September. Di luar waktu tersebut, jumlah tersebut menyusut menjadi seperempat. Aliran air yang tersisa dialihkan melalui terowongan bawah air ke turbin hidroelektrik.
Perjanjian tersebut juga menetapkan sejumlah penyesuaian dan penyempitan untuk air terjun terbesar dari ketiganya, Air Terjun Horseshoe. Para ahli menggali dan memperdalam sisi air terjun, dan mengurangi panjang bibirnya beberapa ratus kaki untuk memberikan kesan volume air yang lebih banyak mengalir di atas garis puncak yang tidak terputus, jelas Macfarlane.
“Pengalihan air untuk pembangkit listrik tenaga air sangat besar. Namun dampaknya terhadap pemandangan dibatasi oleh proyek-proyek rekayasa besar yang membuat semuanya tampak sama,” tulis Ginger Strand, dalam Inventing Niagara: Beauty, Power, and Lies.
“Hasil akhirnya adalah lingkungan yang mengabaikan konflik apa pun antara kenikmatan lanskap dan pengeluaran sumber daya. Strans menambahkan, “Kita dapat memiliki danau kita dan menggunakannya juga.”
Namun sekitar 90 persen Air Terjun Horseshoe yang spektakuler berada di Kanada dan menarik lebih banyak wisatawan. “Orang Amerika merasa Kanada lebih diuntungkan,” kata Macfarlane. Masyarakat di sekitar Air Terjun Niagara juga menginginkan Air Terjun Amerika untuk mendapatkan perubahannya sendiri.
Kampanye publik mengecam “kematian” Air Terjun Niagara
Kampanye publik dimulai dengan serangkaian artikel pada tahun 1965 oleh Cliff Spieler, editor The Niagara Falls Gazette. Artikel-artikel itu mengecam “kematian” Air Terjun Niagara yang segera terjadi.
Longsoran batu yang signifikan pada 1931 dan 1954 menyebabkan tumpukan batu-batu besar yang tidak sedap dipandang terbentuk di dasarnya. Di beberapa area, tumpukan batu yang terkumpul (dikenal sebagai talus) berukuran hingga 10 lantai. Tumpukan batu itu secara efektif mengurangi separuh tinggi Air Terjun Amerika.
Spieler memperingatkan bahwa longsoran batu besar lainnya dapat mengecilkan air terjun menjadi jeram belaka. Menurutnya, pekerjaan perbaikan harus segera dimulai.
Kampanye tersebut sukses besar. Pada sidang dengar pendapat publik tahun 1966, walikota Niagara Falls E. Dent Lackey menyatakan, “Jika kita harus menentukan apa yang indah atau apa yang tidak dengan suara mayoritas, mayoritas orang dengan suara bulat mengatakan bahwa longsoran batu merusak keindahan. Oleh karena itu merupakan pelanggaran hukum untuk mengabaikannya.”
Komisi Gabungan Internasional, badan perbatasan binasional, membentuk dewan untuk mempelajari masalah tersebut. Sebuah rencana pun dijalankan untuk salah satu upaya manusia yang paling luar biasa untuk menaklukkan alam.
Pengeringan besar-besaran
Pengeringan dimulai pada tanggal 9 Juni 1969. Albert Elia Construction Company, di bawah arahan Korps Zeni Angkatan Darat AS, Distrik Buffalo, membuang lebih dari 28.000 ton batu. Tujuannya adalah untuk membuat bendungan selebar 180 meter guna mengalihkan aliran Sungai Niagara dari Air Terjun Amerika menuju Air Terjun Horseshoe. Air Terjun Amerika yang dulunya megah itu segera menyusut menjadi tetesan air belaka.
Dengan air terjun yang “dikeringkan”, para ilmuwan Korps Angkatan Darat mulai bekerja mempelajari penyebab jatuhnya batu dan cara mencegahnya. Mereka mengebor batu untuk mengambil sampel inti. Kemudian memasukkan pewarna ke dalam retakan untuk melacak aliran air. Mereka juga memasang sensor untuk mengukur tingkat tekanan dan pergerakan batu.
“Yang mereka temukan adalah bahwa talus batu kemungkinan menahan air terjun. Jadi jika mereka mengambil talus itu, lebih banyak batu akan jatuh,” kata Macfarlane.
Pada tahun 1975, Komisi Gabungan Internasional menerbitkan laporan akhirnya. Hasilnya adalah pertimbangan biaya yang mahal untuk menghilangkan talus. Laporan mengungkap bahwa talus tersebut kemungkinan menopang permukaan Air Terjun Amerika itu sendiri. Keputusan akhir laporan tersebut: tidak ada talus yang akan dihilangkan.
Kalau begitu, apakah pengeringan air terjun ikonik itu sia-sia? Semua itu tidak sia-sia. Sementara Air Terjun Amerika dikeringkan, Korps Angkatan Darat memanfaatkan kesempatan itu untuk membuang puing-puing batu dan menstabilkan strukturnya.
“Mereka menggunakan semen, baut, dan tendon untuk membantu menyatukan semuanya. Pada dasarnya, semua cara itu dilakukan untuk menjepit beberapa bagian batu agar tetap di tempatnya,” kata Macfarlane. Tampaknya semua upaya berhasil. “Tidak ada batu besar yang jatuh sejak itu.”
Penulis | : | Sysilia Tanhati |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR