Tradisi Melaut Suku Bajo Karimunjawa
Ketika melaut (mamia kadialo) nelayan suku Bajo mengenal pantangan yang tidak boleh dilakukan oleh keluarga yang ditinggal dan maupun mereka yang sedang melaut.
Pantangan tersebut antara lain dilarang membuang beberapa benda ke perairan laut seperti; air cucian teripang, arang kayu atau abu dapur, puntung dan abu rokok, air cabe, jahe dan air perasan jeruk, dan juga larangan mencuci alat masak menggunakan air laut. Air cucian maupun bahan-bahan tersebut hendaknya ditampung kemudian dibuang di daratan.
"Terdapat pula pantangan memakan daging penyu. Jika hal tersebut dilanggar maka dapat mendatangkan malapetaka," ungkap Rizal berdasarkan wawancaranya dengan Maliki, nelayan Suku Bajo.
Petaka yang dimaksud dapat berupa bencana badai, gangguan roh jahat bahkan mereka yang pergi melaut tidak mendapatkan hasil apa-apa.
Penyu dipercaya oleh masyarakat suku Bajo sebagai penolong manusia yang mengalami musibah, oleh sebab itu penyu tidak boleh dibunuh.
Generasi tua suku Bajo masih memercayai gugusan karang tertentu sebagai tempat bersemayamnya arwah nenek moyang mereka.
Orang tua melarang anggota keluarganya menangkap ikan dan biota lain di sekitar gugusan karang kecuali terlebih dahulu melakukan ritual tertentu dengan menyiapkan sesajen bagi leluhur.
Kecerdasan lokal dalam melaut antara lain: adanya larangan membuang limbah ke perairan laut yang dapat mencemari laut dan menganggu kehidupan biota. Membuang abu dapur, puntung rokok dan abu rokok, air cabe, air jahe ke perairan dapat membunuh ubur-ubur.
Air cucian wajan dan alat memasak mengandung arang dan jelaga dapat menyebabkan air laut menjadi keruh, yang dapat menganggu kehidupan lamun dan terumbu karang.
Pantangan dalam melaut (mamia kadialo) merupakan upaya pemanfaatan sumber daya laut dalam jangka waktu tertentu. Pelarangan masyarakat suku Bajo untuk membunuh penyu dan mendekati gugusan terumbu karang tertentu mengandung nilai konservasi satwa guna menjaga kelangsungan ekosistem pesisir dan laut.
Baca Juga: Nelayan Jual Perahu: Lautan Tak Lagi 'Kolam Susu' Akibat Tambang Pasir Laut
Penulis | : | Muflika Nur Fuaddah |
Editor | : | Ade S |
KOMENTAR