Kalimat ini akan terngiang saat memasuki ruang bawah tanah. Ruang bawah tanah itu terbagi menjadi enam ceruk, di sampingnya terdapat koridor sempit yang dipenuhi jendela.
Ceruk pertama adalah sisa-sisa kerangka seorang biarawan Kapusin, yang memegang salib kayu, mengingatkan pada gambaran populer Malaikat Maut. Di tempat lain, motif-motif mencolok bersaing untuk menarik perhatian. Kusen pintu terbuat dari tulang rahang dan tulang belakang serta jam palsu terbuat dari tulang kaki dan jari. Lalu ada tengkorak yang dihias dengan dua sayap.
Yang paling mengejutkan dari semuanya, di atas langit-langit, terdapat kerangka seorang anak. Konon, itu adalah kerangka seorang bayi dari keluarga Barberini.
Ceruk-ceruk lainnya sama-sama fantastis. Kerangka kapusin diletakkan di atas lapisan tulang. Panggul melekat pada tulang belikat untuk membentuk mawar. Dan tulang rahang tersusun dalam bentuk segitiga. Tengkorak ditumpuk di atas tengkorak. Di mana-mana, ada sesuatu untuk dilihat dengan saksama.
Beberapa kumpulan tengkorak memiliki makna esoteris. Sebagai contoh, dua tulang lengan yang ditempelkan ke dinding dalam bentuk salib. Salah satu lengan itu ditutupi oleh lengan tunik kapusin. Menurut Cordovani, ini dimaksudkan untuk membangkitkan “lambang Fransiskan”, di mana lengan Kristus dan lengan St. Fransiskus saling bertautan.
Pengerjaannya sangat rumit, sangat presisi—setiap tulang memiliki bentuk dan ukuran yang tepat—dalam menyusun osuarium ini. Pasti sangat melelahkan untuk memilih di antara tumpukan tulang untuk menemukan potongan yang sempurna untuk setiap karya.
Lebih dari sekadar ketakutan akan tengkorak dan kematian
Namun, ada lebih dari sekadar ketakutan yang bisa dirasakan dari tempat ini. Sebuah pesan di salah satu ceruk menjelaskannya dengan singkat. Pesan tersebut berasal para biarawan kepada kita, dari masa lalu hingga masa kini, dari yang mati hingga yang hidup. “Apa yang kamu lakukan sekarang, kami dulu juga begitu; apa yang kami lakukan sekarang, kamu juga akan begitu.”
Ruang bawah tanah itu dikenal sebagai memento mori (bahasa Latin dari ingatlah bahwa kamu akan mati). Ruangan tersebut sebagai pengingat fisik bahwa hidup ini terbatas dan bahwa kita semua memiliki janji dengan kematian.
Janji Anda mungkin besok atau 80 tahun dari sekarang. Apa pun itu, kita tidak akan bisa terbebar dari kematian. Kematian tertulis di kalender kita dengan tinta yang tak terlihat namun tak terhapuskan.
Ruang bawah tanah Kapusin menunjukkan bahwa ada pendekatan lain yang lebih baik. Pertama, ada kapel marmer kecil. Di atas altar tergantung lukisan yang menggambarkan Perawan Maria dan Bayi Kristus yang menyelamatkan jiwa-jiwa dari api penyucian.
Kemudian, di ceruk berikutnya, dikelilingi tengkorak dan tulang, tergantung lukisan adegan Alkitab. Adegan tersebut adalah Yesus yang membangkitkan Lazarus dari kematian. Pesannya disampaikan dengan keras dan jelas: setelah kematian akan datang kebangkitan.
Ada pelajaran hidup yang luar biasa yang dapat dipelajari di ruang bawah tanah Gereja Our Lady of the Immaculate Conception. Menghadapi kematian Anda sendiri mungkin menakutkan.
Namun, jika Anda menerimanya, sesuatu yang ajaib akan terjadi. Anda mengalami hidup yang baru, meskipun hanya sesaat, dan merasa bersyukur karena masih hidup saat ini.
Source | : | Smithsonian Magazine |
Penulis | : | Sysilia Tanhati |
Editor | : | Ade S |
KOMENTAR