Penelitian yang dilakukan Elida dan timnya memiliki 2 perbandingan. Pertama, tanaman kopi robusta dengan satu jenis tanaman peneduh dan kedua, tanaman kopi robusta dengan tiga jenis pohon peneduh. Dalam hal ini, pohon peneduh yang digunakan yakni pohon mangga, alpukat, pisang, pinus (pohon hutan), dan dadap.
Tanaman kopi robusta dengan satu jenis pohon peneduh tanpa pohon hutan hanya menghasilkan 80,68 kilogram simpanan karbon. Sedangkan tanaman kopi robusta dengan tiga jenis tanaman peneduh (termasuk pohon hutan) menghasilkan 2087,13 kilogram simpanan karbon.
"Variasi jumlah simpanan karbon dipengaruhi oleh jenis tanah, diversitas tanaman, dan pola pengolahan lahan," tutur Elida. Selain itu, suhu udara dan curah hujan merupakan beberapa faktor pendukung pembentukan karbon pada pohon atau tanaman.
Sama halnya dengan hasil penelitian milik Kharisma Wahyu Lestari dan Nilasari Dewi yang dipublikasikan di Jurnal Silvikultur Tropika dengan tajuk "Potensi Simpanan Karbon pada Beberapa Tipe Agroforestri Berbasis Kopi Robusta di Desa Rowosari, Jember".
Mereka meneliti cadangan karbon yang disimpan di tanah dengan agroforestri sederhana dan kompleks.
Agroforestri sederhana yang menggunakan tanaman kopi robusta dengan tanaman peneduh berupa pohon hutan (seperti pinus dan mahoni) yang menghasilkan potensi cadangan karbon sebesar 159,01 ton/hektare.
Untuk agroforestri kompleks yang menggunakan tanaman kopi robusta dengan beragam tanaman peneduh selain pohon hutan menyumbang potensi cadangan karbon sebesar 52,02 ton/hektare.
B. Mohan Kumar dan P.K. Ramachandran Nair dalam buku Carbon Sequestration Potential of Agroforestry Systems:Oppurtunities and Challenges mengungkapkan potensi penyimpanan karbon dalam argoforestri. Menurut mereka, meningkatkan stok karbon melalui perluasan hutan dapat membantu meminimalkan emisi gas rumah kaca. Sistem agroforestri diproyeksikan memiliki banyak potensi penyimpanan karbon dalam bentuk biomassa.
Dengan potensi menyimpan cadangan karbon yang cukup banyak dalam satu wilayah, agroforestasi sangat cocok diterapkan untuk lahan berhutan tanpa harus melakukan deforestasi untuk membangun perkebunan atau pertanian baru.
Petani perkebunan misalnya, dengan sistem agroforestri bisa mengurangi risiko kerugian ekonomi karena cuaca dan iklim atau meminimalisasi serangan hama. Selain mengandalkan hasil perkebunan, tanaman pohon juga dapat menjadi sumber pendapatan tambahan lain.
Agroforestri dengan segala manfaat dan potensinya sangat menjanjikan bagi lingkungan berkelanjutan. Dengan manfaat dari segi lingkungan dan ekonomi yang besar, bukankah agroforestri ini harus mendapat perhatian khusus?
Penulis | : | Neza Puspita Sari Rusdi |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR