Nationalgeographic.co.id—Helot adalah sebutan bagi para budak bangsa Sparta pada zaman Yunani kuno. Para Helot adalah orang-orang yang ditaklukkan dalam perang dan mereka menjadi kelompok mayoritas di Sparta pada zaman Yunani kuno.
Mereka diperbudak dan dipaksa menggarap lahan di sekitar kota untuk memenuhi kebutuhan warga Sparta. Peran mereka sangat penting dalam masyarakat Yunani kuno, meskipun hubungan mereka dengan para tuan Sparta sering kali rumit dan penuh kekerasan.
Asal Usul Helot
Helot, budak di Sparta, diyakini berasal dari bangsa Messenia dan Lakonia yang ditaklukkan oleh Sparta pada abad ke-8 dan ke-7 SM. Sparta terletak di wilayah Lakonia, sementara Messenia adalah provinsi tetangganya.
Setelah ditaklukkan, mereka dijadikan kelas sosial yang sepenuhnya terikat pada tanah yang mereka garap untuk mendukung kehidupan warga Sparta.
Berbeda dengan budak biasa yang sepenuhnya menjadi milik pribadi, helot adalah milik negara.
Meskipun diperbudak, mereka memiliki beberapa hak terbatas, salah satunya adalah kemampuan untuk memiliki properti. Hal ini membuat mereka berbeda dari budak pada umumnya di Yunani kuno, yang sering kali diperlakukan seperti barang milik pribadi.
Peran Helot dalam Ekonomi dan Kehidupan Bangsa Sparta
Helot memegang peran vital dalam ekonomi dan kehidupan masyarakat Sparta. Sebagai petani, mereka bertugas mengolah tanah dan menyediakan kebutuhan pangan bagi warga Sparta. Dengan pekerjaan mereka, warga Sparta bebas untuk fokus pada pelatihan dan tugas militer, yang menjadi inti dari kehidupan bangsa Sparta.
Selain bekerja di ladang, sebagian kecil helot juga bertugas sebagai pelayan rumah tangga atau perawat. Namun, mayoritas dari mereka tetap bekerja di sektor pertanian, yang menjadi tulang punggung ekonomi Bangsa Sparta.
Saat terjadi perang, yang sering melanda Sparta, helot bahkan dapat diwajibkan untuk bergabung dalam militer guna memperkuat pertahanan negara.
Baca Juga: Selidik Pembagian Kelas Sosial di Sparta dan Athena Pada Zaman Yunani Kuno
Namun, peran penting ini juga membawa risiko besar bagi warga Sparta. Jumlah helot jauh lebih banyak dibandingkan warga bebas, dengan rasio sekitar 7:1.
Ketergantungan pada helot untuk mendukung kehidupan masyarakat membuat mereka menjadi ancaman potensial, karena pemberontakan selalu menjadi kekhawatiran utama bagi para penguasa Sparta.
Meskipun begitu, keberadaan helot tetap menjadi elemen kunci yang memungkinkan masyarakat Sparta bertahan dan berkembang sebagai negara militeristik.
Kehidupan Para Helot
Bangsa Sparta yang selalu waspada terhadap potensi pemberontakan helot, menerapkan pengawasan ketat dan perlakuan brutal terhadap populasi budak mereka.
Salah satu praktik paling mengerikan adalah deklarasi perang tahunan terhadap helot, yang memungkinkan warga Sparta membunuh mereka tanpa konsekuensi hukum.
Praktik ini, jika dilihat dari sudut pandang modern, sangat tidak manusiawi. Deklarasi perang ini memberi kebebasan bagi warga Sparta untuk membunuh helot, karena dalam tradisi mereka, pembunuhan dianggap sah selama masa perang.
Ritual ini dilakukan oleh para ephor, pemimpin yang baru dilantik setiap tahun, sebagai bagian dari upaya menegaskan dominasi atas helot.
Namun, tujuan utama deklarasi ini bukanlah untuk memicu kekerasan langsung setiap saat, melainkan sebagai alat ideologis untuk memastikan helot tetap tunduk dan patuh.
Deklarasi ini juga memberi izin resmi kepada Krypteia (polisi rahasia Sparta) untuk menindas dan mengintimidasi helot, termasuk dengan pembunuhan. Para filsuf dan sejarawan kuno, seperti Aristoteles dan Plutarkhos, mencatat tradisi ini sebagai salah satu contoh dari kekejaman Bangsa Sparta terhadap budak mereka.
Dalam kesehariannya, seorang Helot dipaksa untuk mengenakan topi dari kulit anjing dan pakaian dari kulit sebagai tanda status mereka sebagai budak. Mereka juga sering dipermalukan dan diperlakukan dengan kasar dalam berbagai ritual untuk menegaskan posisi mereka yang rendah dalam masyarakat Bangsa Sparta.
Namun, di tengah perlakuan keras ini, helot masih diberi sedikit kebebasan dalam kehidupan sehari-hari.
Mereka diizinkan tinggal bersama keluarga mereka dan menjalankan agama mereka, meskipun selalu diawasi oleh warga Sparta yang bebas. Beberapa helot bahkan dapat mengumpulkan kekayaan kecil. Jika beruntung, mereka dapat membeli kebebasan mereka dengan hasil kerja keras tersebut.
Meskipun ada peluang kecil untuk meningkatkan kehidupan mereka, mayoritas helot hidup dalam kondisi yang keras dan tertekan.
Praktik-praktik brutal Bangsa Sparta menunjukkan betapa kejamnya sistem sosial yang dirancang untuk menjaga stabilitas dan memastikan dominasi penuh warga Sparta atas populasi yang jauh lebih besar dari mereka.
Pemberontakan Helot
Tidak mengherankan bahwa Bangsa Sparta hidup dalam ketakutan yang terus-menerus akan pemberontakan helot. Ketakutan ini kemungkinan besar menjadi salah satu alasan mengapa budaya militeristik mereka begitu dominan.
Bangsa Sparta dikenal di dunia kuno karena ketangguhan dan kekuatan fisik mereka, yang sebagian besar dikembangkan untuk menghadapi ancaman dari dalam, termasuk potensi pemberontakan.
Pemberontakan besar helot benar-benar pernah terjadi, memperkuat paranoia Bangsa Sparta terhadap kemungkinan revolusi besar-besaran. Pemberontakan ini tercatat terjadi pada abad ke-7 SM dan setelah gempa bumi dahsyat pada tahun 464 SM, yang melemahkan Sparta dan memberi kesempatan bagi helot untuk bangkit melawan.
Ketergantungan Bangsa Sparta pada populasi besar helot untuk mendukung gaya hidup mereka adalah pedang bermata dua. Di satu sisi, helot menyediakan tenaga kerja yang memungkinkan warga Sparta fokus pada pelatihan militer.
Namun, di sisi lain, jumlah helot yang jauh lebih besar dari warga bebas menjadikan mereka ancaman konstan. Musuh-musuh Sparta sering kali memanfaatkan potensi pemberontakan helot untuk menciptakan kekacauan internal, melemahkan moral, dan merusak organisasi Bangsa Sparta selama masa perang.
Meskipun sistem perbudakan helot bertahan selama berabad-abad, pada akhirnya sistem ini runtuh karena serangkaian peristiwa sejarah. Runtuhnya sistem helot menjadi salah satu faktor utama yang mempercepat penurunan kekuatan dan kejayaan Sparta pada abad ke-2 SM.
Source | : | Greek Reporter |
Penulis | : | Ricky Jenihansen |
Editor | : | Utomo Priyambodo |
KOMENTAR