Nationalgeographic.co.id—Setiap orang menguap. Begitu pula banyak hewan vertebrata lainnya, termasuk ular, anjing, kucing, hiu, dan simpanse. Bagi sebagian orang, menguap itu bisa “menular”.
Meskipun menguap itu menular, tidak semua orang mengalaminya. “Sekitar 60-70% orang menguap jika mereka melihat orang lain menguap dalam kehidupan nyata,” tulis Anne Marie Helmenstine di laman Thoughtco.
Menguap yang menular juga terjadi pada hewan, tetapi tidak selalu terjadi dengan cara yang sama seperti pada manusia.
Para ilmuwan telah mengajukan banyak teori tentang mengapa kita menguap. Berikut ini adalah beberapa gagasan utamanya.
Menguap menandakan empati
Mungkin teori yang paling populer tentang menguap yang menular adalah bahwa menguap berfungsi sebagai bentuk komunikasi nonverbal. Turut menguap menunjukkan bahwa Anda peka terhadap emosi seseorang.
Ada sebuah penelitian di University of Connecticut yang bertajuk Contagious Yawning in Autistic and Typical Development. Penelitian itu menyimpulkan bahwa menguap tidak menular sampai seorang anak berusia sekitar 4 tahun. Di usia 4 tahun, keterampilan empati anak mulai berkembang.
Dalam penelitian tersebut, anak-anak yang menyandang autisme, yang mungkin mengalami gangguan perkembangan empati, lebih jarang menguap dibandingkan teman sebayanya.
“Sebuah penelitian tahun 2015 membahas tentang menguap yang menular pada orang dewasa,” tambah Helmenstine.
Dalam penelitian ini, mahasiswa diberikan tes kepribadian dan diminta untuk menonton klip video wajah, yang termasuk menguap. Hasilnya menunjukkan bahwa mahasiswa dengan empati yang lebih rendah cenderung tidak menguap.
Penelitian lain telah mengidentifikasi korelasi antara berkurangnya menguap yang menular dan skizofrenia, kondisi lain yang terkait dengan berkurangnya empati.
Baca Juga: Mayat Hilang di Kota Romawi Kuno Menguap dalam Letusan Vulkanik
Source | : | thought.co |
Penulis | : | Sysilia Tanhati |
Editor | : | Ade S |
KOMENTAR