Nationalgeographic.co.id - Pemerintah Indonesia berencana membuka 20 juta hektare hutan untuk pengembangan sektor pangan dan energi. Apa dampak buruknya jika rencana pembukaan hutan ini benar-benar terjadi?
Dari sudut pandang krisis iklim, kita harus paham bahwa hutan menyimpan karbon dalam jumlah besar. Besar karbon yang disimpan per hektare hutan tergantung pada jenis hutan itu sendiri.
Yang jelas, jika hutan ditebang atau mengalami deforestasi, lahan hutan akan melepaskan emisi karbon yang besar. Misalnya kita anggap jenis hutan yang akan dibuka adalah hutan primer. Cadangan karbon pada hutan primer adalah 284,15 ton per hektare, menurut sebuah makalah studi yang terbit di Jurnal Hutan Tropis.
Jadi seberapa banyak karbon yang akan terlepas ke atmosfer jika 20 juta hektare hutan ditebang? Tinggal dikalikan saja angka 20 juta hektare itu dengan 284,15 ton per hektare. Hasilnya adalah 5.683 juta ton karbon atau 5,68 miliar ton karbon.
Bisakah Anda bayangkan kengerian seperti apa jika ada 5,68 miliar ton yang terlepas ke atmosfer? Jika dibandingkan dengan gajah sumatra dewasa yang beratnya 6 ton, berat emisi karbon dari deforestasi terhadap 20 juta hektare hutan Indonesia itu akan mencengangkan.
Bila karbon yang dilepaskan itu berbentuk gajah sumatra, itu berarti ada lebih dari 947 juta gajah sumatra berbentuk karbon yang terlepas ke atmosfer kita. Lepasnya karbon yang kemudian tersangkut pada atmosfer itu akan membuat bumi makin panas dan laju perubahan iklim pun kian meningkat pesat.
Apa dampak dari meningkatnya laju perubahan iklim? Cuaca makin ekstrem, bencana lebih sering terjadi dan lebih parah, banyak lahan pertanian dan perkebunan jadi lebih sering gagal panen, kerawanan pangan, dan banyak kerugian ekonomi lainnya akibat hal-hal tersebut. Jadi alih-alih hendak mengembangkan sektor pangan, pembukaan hutan tampaknya malah akan menciptakan ancaman krisis pangan.
Sebuah artikel di laman DGB Group yang punya fokus pada proyek-proyek karbon, menyebut bahwa "hilangnya tutupan hutan di Indonesia berdampak signifikan terhadap lingkungan, keanekaragaman hayati, dan masyarakat setempat." Penggundulan hutan menyebabkan erosi tanah, yang mengurangi kesuburan tanah, sehingga menyulitkan tanaman untuk tumbuh.
Selain itu, deforestasi di Indonesia juga memengaruhi keanekaragaman hayati di wilayah negara tersebut. Negara ini merupakan rumah bagi banyak spesies yang terancam punah, seperti orang utan, harimau, dan gajah. Hilangnya hutan dan kerusakan habitat mengancam kelangsungan hidup spesies ini, dan banyak yang menjadi sangat terancam punah.
Bagi manusia, dampak deforestasi juga sangat besar. Perusakan hutan memengaruhi mata pencaharian masyarakat setempat yang bergantung pada hutan untuk makanan, obat-obatan, dan pendapatan.
Baca Juga: Mengapa Deforestasi Berbahaya dan Bagaimana Cara Menghentikannya?
Banyak masyarakat lokal dan masyarakat adat di Indonesia yang sangat bergantung pada hasil hutan. Hutan telah menjadi tempat tinggal dan sumber kehidupan mereka.
Jadi bagaimana rasanya jika hutan yang menjadi tempat tinggal sekaligus sumber makanan dan sumber pendapatan banyak orang itu ditebang untuk diubah jadi lahan lain? Anda mungkin bisa menganalogikannya seperti diri Anda yang diusir dari rumah dan toko Anda sendiri.
Ada dalih misalnya hutan yang ditebang ini akan ditanami dengan pohon lainnya, contohnya kelapa sawit. Tetap saja lanskap hutan telah berubah dan dampaknya akan terasa pada kita semua.
Fiona McAlpine, Communications and Project Manager di The Borneo Project, pernah menegaskan bahwa perkebunan kelapa sawit yang dikelola secara berkelanjutan seperti apa pun tetaplah bukan hutan.
"Monokultur industri ini tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan keanekaragaman hayati yang kaya dan harmoni ekologis hutan asli," tulis McAlpine di laman Eco-Business.
McAlpine menegaskan, "Perbedaannya jelas, dan kita harus bertindak untuk melindungi apa yang tersisa dari ekosistem yang tak tergantikan ini sebelum terlambat."
Kita harus mencegahnya sebelum bumi makin meradang, sebelum keanekaragaman hayati di dalamnya hilang, sebelum bencana-bencana makin sering datang, dan sebelum krisis pangan menghadang.
Megathrust Bisa Meledak Kapan Saja, Tas Ini Bisa Jadi Penentu Hidup dan Mati Anda
Penulis | : | Utomo Priyambodo |
Editor | : | Ade S |
KOMENTAR