Pada masanya, pemandian yang mengilap dan rumit itu benar-benar akan menjadi pemandangan yang patut dilihat.
Ruang ganti yang luas dihiasi dengan dinding merah terang dan lantai marmer mosaik. Setelah mengganti pakaiannya, penghuni atau tamu akan pindah ke ruang panas yang nyaman untuk berendam di bak mandi.
Bak ini seperti sauna yang diciptakan oleh udara panas yang mengalir dari ruang tungku. Tungku tersebut dinyalakan oleh para budak yang terperangkap di ruang ketel kecil yang tersembunyi.
Dari ruang panas, mereka akan melanjutkan ke ruang hangat berwarna cerah. Di ruang hangat, pengguna pemandian akan diolesi minyak sebelum dikikis hingga bersih dengan alat melengkung yang dikenal sebagai strigil.
Terakhir, mereka akan pindah ke frigidarium, atau ruang dingin. Di ruang dingin, mereka akan menyelesaikan perawatan mereka dengan terjun ke kolam. Kolam itu cukup besar dan bisa menampung 20-30 orang. Frigidarium di rumah ini benar-benar ciptaan yang spektakuler.
“Ditopang oleh barisan kolom merah dan dindingnya dipenuhi dengan lukisan dinding atlet yang mencolok saat beraksi,” tambah Falde.
Di musim panas yang terik, Anda bisa duduk dengan kaki di dalam air, mengobrol dengan teman-teman, sambil menikmati anggur.
Pemandian ini hanyalah penemuan terbaru yang menyingkapkan kemewahan dan kemegahan yang melingkupi penghuni dan tamu rumah tersebut. Tahun lalu para arkeolog menemukan aula perjamuan besar yang memiliki dinding hitam legam. Di aula itu, terdapat karya seni yang sangat indah yang menampilkan berbagai pemandangan klasik.
Pada saat bencana alam yang dahsyat itu terjadi, rumah tersebut tampaknya tengah menjalani semacam renovasi. Renovasi itu kemungkinan akan membuat tempat tinggal megah ini menjadi lebih mencolok dan mewah.
Ketika alam berubah menjadi kejam, perbedaan kelas pun hilang
Bayangkan jika spa atau pemandian pribadi yang meniru ukuran dan kompleksitas mahakarya Aulus Rustius Verus dipasang di masa kini. Niscaya akan membutuhkan investasi puluhan hingga ratusan juta rupiah. Namun, terlepas dari kekayaannya yang luar biasa, kaum elite tidak lebih aman dari kehancuran Gunung Vesuvius daripada orang lain.
Penggalian terakhir menemukan dua kerangka di rumah yang telah tewas selama letusan, termasuk wanita berusia antara 35 dan 50 tahun. Wanita itu memegang perhiasan dan koin. Juga ada seorang pemuda berusia akhir belasan atau awal 20-an. Mereka telah mengunci diri di dalam sebuah ruangan kecil setelah bencana alam.
Source | : | Ancient Pages |
Penulis | : | Sysilia Tanhati |
Editor | : | Ade S |
KOMENTAR