Nationalgeographic.co.id—Pada bulan April tahun 1815, Gunung Tambora yang terletak di wilayah yang saat ini termasuk dalam wilayah Indonesia, mengalami erupsi dahsyat yang mengakibatkan kematian lebih dari 60.000 jiwa dan menyebabkan perubahan iklim ekstrem di sebagian besar belahan Bumi Utara, yang dikenal sebagai tahun tanpa musim panas.
Menurut Stephen Self, seorang profesor ilmu bumi dan planet di University of California, Berkeley yang juga merupakan ahli vulkanologi, letusan Tambora mengeluarkan gas belerang dalam jumlah besar yang menghasilkan aerosol sulfat di atmosfer.
Aerosol ini berperan dalam menghalangi radiasi matahari, yang menyebabkan fenomena "tahun tanpa musim panas" dan berujung pada krisis pangan global.
Pada saat itu, orang-orang bahkan harus bertahan hidup dengan memakan hewan-hewan seperti kucing dan tikus, dan kesulitan hidup melanda hampir seluruh wilayah Eropa dan Amerika Utara bagian timur.
"Letusan sebesar itu hari ini pasti akan berdampak besar pada lalu lintas udara serta sirkulasi atmosfer di seluruh dunia, jadi kami ingin tahu kapan letusan besar berikutnya akan datang," kata Self seperti dilansir laman CBS News.
"Tetapi kita tidak dapat memprediksi itu jika kita tidak tahu ukuran letusan masa lalu dan kapan terjadinya."
Mencari catatan
Untuk memahami potensi kerusakan yang dapat diakibatkan oleh letusan gunung berapi besar seperti Tambora, kita dapat melihat contoh letusan gunung berapi Islandia, Eyjafjallajökull, pada tahun 2010.
Meskipun jauh lebih kecil dari Tambora, letusan ini menyebabkan pembatalan ribuan penerbangan dan menyebarkan abu vulkanik di sebagian besar wilayah Eropa Barat. Self menambahkan bahwa tantangannya adalah informasi mengenai letusan besar dalam beberapa ribu tahun terakhir sangatlah minim.
"Bahkan di negara dengan gunung berapi yang dipelajari dengan baik, seperti Jepang, setidaknya 40 persen dari letusan besar hilang dari catatan," katanya.
Jika kita melihat lebih jauh ke masa lalu, antara 1.000 hingga 3.000 atau 4.000 tahun yang lalu, catatan menjadi semakin tidak lengkap. Ada indikasi bahwa ada letusan besar yang tidak tercatat dalam sejarah.
Baca Juga: Dunia 'Sangat Tidak Siap' Menghadapi Letusan Gunung Berapi Masif
KOMENTAR