"Pada burung beo dan burung cenderawasih, diduga kemungkinan besar mereka menggunakannya dalam semacam komunikasi atau pertunjukan reproduksi," ungkap Martin, salah satu peneliti yang terlibat dalam studi ini.
Namun, pada kelompok burung lainnya, para ilmuwan belum dapat memastikan tujuan dari biofluoresensi ini, "atau apakah itu bahkan digunakan untuk apa pun," tambah Martin. "Itu bisa menjadi sesuatu yang berevolusi sebagai protein yang berguna untuk menjadi struktur yang baik di bulu, yang kebetulan berbiofluoresensi."
Penemuan biofluoresensi pada berbagai spesies burung ini menambah daftar panjang organisme yang diketahui memiliki kemampuan ini. Dalam beberapa tahun terakhir, para ilmuwan telah menemukan biofluoresensi pada ikan, salamander, penyu laut, serta berbagai spesies mamalia dan marsupial.
"Mempelajari biofluoresensi penting karena membantu kita memahami bagaimana kelompok yang berbeda telah berevolusi untuk berkomunikasi," kata Lamb, peneliti lainnya.
"Ada juga potensi untuk berkontribusi pada kemajuan medis atau teknologi kita sendiri," tambahnya.
Sebagai contoh, protein fluoresen hijau yang ditemukan pada ubur-ubur telah digunakan dalam studi medis untuk menerangi tahapan perkembangan embriologis dan mengungkapkan pertumbuhan kanker serta jenis sel lainnya.
Para peneliti meyakini bahwa biofluoresensi mungkin memiliki peran penting dalam kelangsungan hidup dan reproduksi organisme. "Sangat mungkin bahwa jika (biofluoresensi) muncul di seluruh pohon kehidupan, itu memiliki implikasi yang sangat berguna bagi individu yang mengekspresikannya," kata Martin.
"Baik itu pada burung cenderawasih yang mungkin menggunakannya untuk memberi sinyal atau organisme lain yang menggunakannya untuk kamuflase, itu hanyalah hal tambahan yang berevolusi pada organisme untuk bertahan hidup dan bereproduksi."
KOMENTAR