Nationalgeographic.co.id—Selama berpuluh-puluh tahun, dinosaurus telah menjadi kekuatan dominan dalam budaya populer, dengan raungan dan kehadirannya yang dahsyat menghidupkan imajinasi kita.
Akan tetapi, muncul pertanyaan menarik: bagaimana jika suara-suara yang selama ini kita asosiasikan dengan makhluk prasejarah raksasa ini ternyata sepenuhnya fiktif?
Film Jurassic Park, sebuah mahakarya sinematik, tidak hanya mendefinisikan ulang batasan efek khusus dalam perfilman, namun juga secara fundamental mengubah cara kita mendengar dinosaurus.
Namun, ironisnya, ilmu pengetahuan modern justru mengungkapkan bahwa lanskap suara mengerikan yang diciptakan oleh Steven Spielberg dan timnya tersebut, mungkin lebih merupakan keajaiban Hollywood yang memukau daripada representasi akurat dari realitas prasejarah yang sebenarnya.
Era Pra-Jurassic Park: Kelahiran Fenomena “Dinomania”
Jauh sebelum Jurassic Park memperkenalkan raungan dinosaurus yang menggelegar ke layar lebar pada tahun 1993, benih ketertarikan global terhadap makhluk prasejarah ini telah disemai melalui hiburan awal abad ke-20.
Novel-novel petualangan dan buku-buku komik pada masa itu secara imajinatif menampilkan dinosaurus dalam serangkaian petualangan mendebarkan, seringkali mempertemukan mereka dengan tokoh-tokoh seperti penjelajah waktu yang berani atau penjelajah dunia yang hilang.
Era film bisu dan produksi Hollywood awal, yang diwakili oleh karya-karya seperti The Lost World dari tahun 1925 dan King Kong yang ikonik dari tahun 1933, memperkenalkan penggambaran dinosaurus yang bergerak untuk pertama kalinya.
Penggambaran ini, meskipun dilengkapi dengan auman yang dramatis, sayangnya lebih banyak didorong oleh kebutuhan hiburan daripada akurasi ilmiah.
Bahkan dalam ranah komedi, sketsa bertema manusia gua pada masa itu sering menggunakan dinosaurus sebagai elemen humor slapstik, secara tidak langsung memperkuat gagasan tentang makhluk-makhluk ini sebagai entitas yang primitif, bising, dan mengancam.
Terlepas dari popularitas penggambaran-penggambaran awal ini, seperti dilansir Indian Defence Review, penting untuk dicatat bahwa mereka lebih banyak dibangun di atas fondasi imajinasi murni daripada bukti ilmiah yang kuat. Kemudian, hadir Jurassic Park, sebuah film yang mengubah segalanya.
Baca Juga: Sains: Mengapa Dinosaurus Tidak Pernah Berevolusi Kembali Setelah Punah?
Revolusi Jurassic Park: Lahirnya Suara Dinosaurus “Nyata”
Jurassic Park karya Steven Spielberg bukan hanya sekadar sebuah terobosan visual yang memukau; film ini juga menandai sebuah revolusi auditori yang mendalam dalam representasi dinosaurus.
Untuk pertama kalinya dalam sejarah sinema, para pembuat film secara sadar memperlakukan vokalisasi dinosaurus sebagai komponen esensial dari keseluruhan pengalaman sinematik yang imersif.
Bioskop-bioskop pada masa itu bahkan secara khusus meningkatkan sistem suara mereka ke standar DTS (Digital Theater Systems) untuk memastikan bahwa mereka dapat menangkap sepenuhnya kekayaan desain suara film yang imersif dan berlapis tersebut.
Raungan dalam dan parau dari Tyrannosaurus rex yang ikonik, serta jeritan bernada tinggi yang menusuk dari Velociraptor, dengan cepat menjadi ikonik, dan secara efektif memperkuat apa yang diyakini oleh banyak orang tentang bagaimana seharusnya suara dinosaurus itu.
Penonton bioskop tidak lagi sekadar menonton dinosaurus di layar lebar; mereka sekarang benar-benar mendengar dinosaurus dengan cara yang terasa sangat nyata dan meyakinkan. Namun, pertanyaan penting tetap ada: apakah suara-suara yang begitu berpengaruh ini benar-benar didasarkan pada fondasi ilmu pengetahuan yang solid?
Mencari Suara Dinosaurus yang Sebenarnya
Kenyataannya yang menarik adalah, hingga saat ini, tidak ada seorang pun yang benar-benar tahu dengan pasti seperti apa suara dinosaurus itu. Ketika Jurassic Park sedang dalam tahap produksi pada awal tahun 1990-an, dunia ilmu pengetahuan baru saja memiliki tujuh kerangka T. rex yang telah ditemukan secara lengkap.
Akibatnya, para ilmuwan pada saat itu memiliki sedikit, atau bahkan tidak memiliki, wawasan yang berarti mengenai kemampuan vokal makhluk-makhluk raksasa ini.
Namun, dalam beberapa tahun terakhir, bidang paleontologi telah mengalami kemajuan yang signifikan. Para ahli paleontologi modern telah mulai memeriksa struktur vokal yang membatu yang terkadang ditemukan bersama dengan fosil dinosaurus, menganalisis bentuk tengkorak mereka secara detail, dan mempelajari perilaku serta kemampuan vokalisasi kerabat dinosaurus yang masih hidup hingga kini, seperti burung dan reptil.
Baca Juga: Kenapa Dinosaurus Punah: Sains Menyodorkan Dua Teori Penyebabnya
Melalui penelitian interdisipliner yang cermat ini, mereka berusaha untuk membuat perkiraan yang lebih terdidik dan berbasis bukti mengenai suara dinosaurus.
Temuan-temuan dari penelitian ini secara bertahap mulai menunjukkan bahwa dinosaurus mungkin tidak mengaum sama sekali, setidaknya tidak dalam pengertian klasik seperti yang digambarkan dalam film.
Sebagai gantinya, bukti-bukti yang ada justru mengarah pada kemungkinan bahwa dinosaurus menghasilkan suara yang jauh lebih berbeda, seperti gemuruh frekuensi rendah atau berbagai jenis vokalisasi dalam dan resonan yang lebih mirip dengan suara yang dihasilkan oleh buaya modern atau burung unta.
Berbeda dengan auman dramatis yang telah dipopulerkan oleh Hollywood, T. rex dan dinosaurus besar lainnya mungkin lebih cenderung memancarkan getaran mengerikan yang menggetarkan dada dan lingkungan sekitarnya, menggunakan suara dengan cara yang mungkin lebih dirasakan oleh tubuh daripada sekadar didengar oleh telinga.
Auman T. Rex yang Ikonik: Sebuah Ilusi Audio Hollywood
Auman T. rex yang begitu tak terlupakan dalam Jurassic Park, yang telah tertanam kuat dalam kesadaran budaya populer, pada kenyataannya adalah sebuah ilusi audio yang canggih.
Para desainer suara berbakat di balik film tersebut menciptakan suara ikonik ini melalui proses yang rumit, dengan memadukan rekaman dari berbagai hewan modern yang berbeda. Dasar dari auman yang dalam dan resonan tersebut berasal dari suara bayi gajah yang diperlambat dan dimodifikasi.
Selanjutnya, geraman nada rendah dari harimau ditambahkan untuk meningkatkan kesan ancaman dan keganasan suara tersebut. Terakhir, untuk memberikan auman kualitas khasnya yang hampir dunia lain dan primitif, elemen parau dan primal dari suara buaya diintegrasikan ke dalam campuran audio.
Hasil akhirnya adalah suara yang sangat menakutkan dan tak terlupakan—namun, penting untuk disadari bahwa suara ini sama sekali tidak akurat jika dilihat dari perspektif ilmiah modern.
Para ilmuwan sekarang memiliki keyakinan yang semakin besar bahwa T. rex dan kelompok dinosaurus teropoda besar lainnya kemungkinan besar menghasilkan suara yang jauh lebih dalam, lebih halus, dan kurang dramatis daripada jeritan menakutkan yang telah dipopulerkan oleh Hollywood.
Menulis Ulang Narasi Suara Masa Lalu
Seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan pemahaman kita tentang dinosaurus, para pembuat film, pengembang game, dan museum modern menghadapi tantangan menarik: bagaimana menyeimbangkan antara tuntutan akurasi ilmiah yang semakin meningkat dengan harapan dan ekspektasi penonton yang telah terbentuk selama 30 tahun terakhir?
Jika film-film atau pameran dinosaurus di masa depan secara sengaja menghilangkan auman klasik yang telah menjadi identitas T. rex di mata publik, apakah penonton dan pengunjung akan menerima perubahan tersebut dengan tangan terbuka, atau justru akan merasa kecewa karena kehilangan elemen suara yang begitu ikonik dan familiar?
Beberapa ahli dan praktisi di bidang ini menyarankan bahwa alih-alih mengganti auman klasik secara langsung dan radikal, media modern dapat mengintegrasikan suara frekuensi rendah yang lebih akurat secara ilmiah ke dalam pengalaman audio.
Bayangkan jika Anda berjalan melalui pameran museum dinosaurus di mana, alih-alih mendengar jeritan dramatis yang melengking dari speaker, pengunjung justru merasakan getaran dalam dari panggilan T. rex yang menggetarkan tulang melalui lantai atau platform yang beresonansi.
Pendekatan inovatif ini berpotensi untuk menciptakan pengalaman yang jauh lebih imersif, mengagumkan, dan mendalam bagi pengunjung, memungkinkan mereka untuk terhubung dengan dinosaurus dengan cara yang sama sekali baru dan lebih kaya.
Meskipun dinosaurus pada kenyataannya mungkin tidak pernah benar-benar bersuara seperti itu, tidak dapat disangkal bahwa Jurassic Park telah meninggalkan dampak yang tak terhapuskan pada budaya populer global.
Lebih dari 30 tahun setelah perilisannya, sebagian besar orang di seluruh dunia masih secara otomatis mengasosiasikan T. rex dengan auman menggetarkan tulang yang ikonik, bukan dengan gemuruh dalam dan halus yang kini semakin disarankan oleh bukti dan pemahaman ilmu pengetahuan modern.
KOMENTAR