Mula-mula seekor kuda tunggang dipimpin dengan kekangnya oleh dua orang pengantin pria Sunda. Barangkali para pengantin pria itu melambangkan Demang dari Tjiherang—distrik di mana Soebang merupakan kota utamanya.
Setelahnya, mengikut kuda di belakangnya ditunggangi oleh dua orang Cina mengenakan kostum konvensional. Keduanya mengenakan pakaian sama, hanya yang satu mengenakan topeng putih kapur dengan hidung aneh—mengingatkan pada Pierrot dan Gavarni.
Di belakang orang Tionghoa diikuti oleh marching band. Gong tembaga dan gendang, kaleng logam, disusun menurut tangga nada asli, dibawa di depan para virtuoso dengan kuli di atas tiang bambu.
Setelah marching band, diikuti barisan panjang loerah atau kepala desa dan hakim senior yang muncul dengan spanduk berwarna cerah dilibatkan pada bambu runcing.
Semua bambu runcing tersebut diberi tali pada ketinggian tertentu, yang membentang dari satu loerah ke loerah lainnya, sehingga menyerupai telegraf mini, yang tiang-tiangnya dibawa pada jarak yang sama dan dihiasi dengan panji-panji.
Selepas melintasnya para loerah, diikuti para pemuka agama dan dilanjutkan dengan belasan penari. Para penari itu membawa kain berwarna-warni dengan ikat perut bertahtakan emas.
Tuan PW Hofland mengundang tamu-tamu kehormatan dari bangsa Eropa yang datang dengan arak-arakan cukup besar. Selain itu, diarak pula pejabat-pejabat negeri Pamanoekan dan Tjasemlanden yang berkedudukan di Soebang.
Diketahui terdapat delapan bupati Sunda yang diundang. Selain bupati, beberapa pejabat daerah juga dapat dikenali, seperti Demang Segala-Herang yang baik hati: Maas Ardja di Cusoema atau Demang Tjisalak: Raden Madia Kesoema turut dalam arak-arakan.
Arak-arakan parade berakhir di aula perjamuan yang merupakan sebuah lumbung luas yang terletak tepat di sekitar pabrik gula. Setelah melalui jalan setapak, para iring-iringan diarahkan ke sebuah ruangan di mana sejumlah besar pelayan wanita tengah menyiapkan pesta besar.
"Tentu, orang Eropa sepertiku akan menyaksikan pemandangan pesta yang luar biasa. Di sepanjang kedua dinding terdapat beberapa api unggun, yang di atasnya segala macam hidangan disiapkan," terus ten Brink.
Ia melanjutkan," di sini sekelompok wanita sibuk memasak nasi dalam jumlah besar; di sana ayam dan unggas lainnya dipanggang dalam jumlah yang sangat banyak, di tempat lain puluhan tangan sibuk mengumpulkan banyak bumbu harum yang membuat hidangan nasi asli menjadi kelezatan yang menarik."
Source | : | Digitale Bibliotheek voor de Nederlandse Letteren (DNBL) |
Penulis | : | Galih Pranata |
Editor | : | Ade S |
KOMENTAR