Pemicu gempa bumi juga diidentifikasi dari ledakan nuklir di 22 lokasi dan dua lokasi konstruksi.
“Semua proyek antropogenik memengaruhi gaya yang bekerja di kerak Bumi,” kata Miles Wilson, seorang ahli geofisika Universitas Durham. “Misalnya, dengan menambah atau mengurangi massa, jadi kita tidak perlu heran bahwa Bumi merespons perubahan ini. Dan dalam beberapa kasus gempa bumi adalah responsnya.”
Mengapa gempa bumi terus bertambah?
Catatan Wilson yang dihimpun tentang gempa bumi yang disebabkan oleh manusia berasal dari satu setengah abad yang lalu. Situs web tersebut memungkinkan pengunjung untuk mencari gempa bumi berdasarkan tanggal atau wilayah atau menelusuri data seperti besarnya, lokasi, dan penyebab.
Pengguna juga dapat mengirimkan kasus tambahan yang menurut mereka harus ditambahkan ke basis data.
Basis data tersebut mencakup 108 lokasi yang telah mengalami gempa bumi akibat ulah manusia selama dekade terakhir. Gempa bumi itu memiliki skala mulai dari yang relatif kecil hingga yang berkekuatan 5,8. Sebagian besar gempa bumi tersebut terjadi di Amerika Serikat dan Kanada dan disebabkan oleh pembuangan limbah fracking ke dalam tanah.
“Dalam jangka panjang,” kata Wilson, “kita mungkin akan mulai melihat lebih banyak kasus seismisitas akibat ulah manusia di seluruh dunia seiring dengan meningkatnya jumlah dan skala proyek antropogenik yang memengaruhi Bumi.”
Penambangan juga diperkirakan akan meningkat skalanya. Tambang saat ini lebih besar dari sebelumnya dan mencapai beberapa kilometer di bawah tanah. Semua aktivitas ini dapat menyebabkan lebih banyak ketidakstabilan di Bumi. Juga gempa bumi yang lebih banyak atau lebih besar, Wilson memperingatkan.
“Terkadang, aktivitas antropogenik adalah pemicu terakhir yang melepaskan tekanan yang menumpuk,” kata ahli geofisika tersebut.
Dengan lebih memahami gempa bumi, para ahli dapat bekerja untuk meminimalkannya, Wilson menyarankan.
Tidak mungkin orang akan berhenti menggali ke dalam Bumi atau menyuntikkan air limbah dalam waktu dekat. Namun Wilson mengatakan kita mungkin lebih siap untuk menghindari bencana terburuk, seperti gempa bumi di Tiongkok tahun 2008.
Source | : | National Geographic |
Penulis | : | Sysilia Tanhati |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR